Sabtu, 02 Juli 2022

Damai itu Indah




Oleh : Krismanto Atamou

 

Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah (Matius 5:9). Ayat Injil ini mengajak umat untuk hidup berdamai dengan semua pihak, demikian khotbah Pdt. Aristoteles Benyamin Sandy, S.Th di GMIT Jemaat Eklesia Amadoke Semau Selatan beberapa waktu lalu. Pdt. Aristoteles saat ini sudah pindah ke GMIT Jemaat Eklesia Piaklain-Semau.

Setali tiga uang dengan penyampaian Pdt. Aristoteles, beberapa saat lalu di radio Dian Mandiri Alor, Ryla, pembawa acara “Jembatan Kasih” menyinggung ayat ini dalam renungannya. Melalui frekuensi radio 90.5 FM, dengan tagline “Bikin hidup lebih baik”, Ryla menyampaikan bahwa salah satu tujuan Tuhan menciptakan bumi adalah kehidupan yang damai.

Merenungi ayat ini, saya teringat kejadian di awal pandemi Covid-19 pada April 2020 lalu. Kala itu seorang paman saya meninggal dunia mengikuti istrinya yang telah lebih dahulu meninggal dunia pada 2011 lalu. Mendiang suami-istri ini meninggalkan tiga orang anak perempuan yang masih bersekolah di SMP dan SMA.

Satu hari setelah pemakaman, terjadilah perbincangan antara keluarga besar dari mendiang suami-istri. Keluarga mendiang istri menginginkan untuk mengambil dan memelihara seorang anak dari tiga anak yang ditinggalkan almarhum-almarhumah. Tujuannya keluarga mendiang istri ialah agar keeratan hubungan dan keharmonisan antar keluarga, yang telah dibangun selama ini oleh mendiang suami-istri, tetap terjaga melalui anak yang dipelihara oleh dua pihak keluarga.

Untuk menjawab permintaan keluarga mendiang istri ini, saya sebagai salah satu keluarga mendiang suami diberi kepercayaan sebagai juru bicara (jubir) untuk menjawab. Sayangnya permintaan kepada saya itu disertai sebuah tekanan: tidak boleh melepaskan satu anak pun kepada keluarga mendiang istri. Beruntungnya, tekanan itu tanpa rincian sehingga memberi ruang bagi saya untuk berkreasi.

Memperhitungkan win-win solution dan wasiat almarhum paman untuk tidak boleh memisahkan ketiga anaknya, saya menyampaikan: Ketika anak-anak ditinggal mati oleh kedua orang tuanya, adalah wajar jika tanggung jawab pengasuhan anak-anak diberikan kepada keluarga mendiang suami-istri. Meski begitu, perlu diingat bahwa mendiang suami-istri sebagai pekerja tetap telah mewariskan sebuah tanah, rumah, dan gaji pensiun untuk ketiga anaknya. Di rumah yang berada di tengah kota Kupang ini, ada juga kakak-kakaknya yang menumpang untuk kuliah. Saya kira adalah lebih baik jika ketiga anak ini tetap tinggal di rumah warisan mereka. Mereka dijaga dan diasuh oleh kita kedua belah keluarga, kakak-kakak mereka yang sedang kuliah, dan para tetangga sebagai keluarga terdekat.

Mendengar jawaban itu, adik mendiang istri melalui jubirnya masih ingin mengambil anak yang bungsu. Pembicaraan sedikit memanas. Namun ketika saya menyilakan ketiga anak menyampaikan wasiat mendiang ayah mereka agar tidak boleh hidup terpisah, sontak momen itu menjadi haru. Kedua pihak keluarga tak kuasa menitikkan air mata lalu berdamai dan bersepakat: ketiga anak tetap tinggal di rumah warisan orang tuanya agar tidak terpisah sesuai wasiat mendiang ayah mereka.

 

Asa Perdamaian Rusia-Ukraina

Berangkat dari kisah ketiga anak yatim-piatu tadi, saya yakin harga untuk sebuah perdamaian tidak harus diikuti adanya perpisahan apalagi perang. Semuanya bisa melalui dialog dan saling memahami satu sama lain.

Untuk itu, saya sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sangat mengapresiasi langkah Presiden Jokowi yang menggunakan jalan dialog sebagai upaya damai kepada Negara Rusia dan Ukraina yang saat ini sedang berperang. Apalagi dengan kerelaan beliau menempuh perjalanan jauh yang menguras stamina untuk hadir langsung di lokasi konflik. Saya yakin itu wujud ketulusan Presiden Jokowi untuk menyadarkan kedua belah pihak tentang dampak negatif perang yang perlu diakhiri.

Presiden Jokowi adalah pembawa damai. Dalam agama atau kepercayaan apa pun, saya kira damai adalah salah satu isu penting yang perlu diperjuangkan dan dipertahankan. Tanpa damai, kehidupan akan sulit.

Konon punahnya sebuah bahasa daerah di Mesir berawal dari permusuhan dua orang pewarisnya. Para pegiat budaya berupaya mendamaikan kedua pewaris bahasa ini agar keduanya bisa berkomunikasi dan bahasa mereka bisa didokumentasikan. Sayangnya upaya mereka gagal. Ketidakdamaian tidak hanya mempersulit, tetapi juga bisa memusnahkan kehidupan dan sendi-sendinya, hal yang sebenarnya tidak diinginkan siapa pun.

Beberapa hari lalu saya bercakap dengan anak tengah dari tiga anak yatim-piatu yang saya ceritakan di awal. Saat ini ia adalah salah satu siswi berprestasi dan mendapat beasiswa Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM). Ia merasakan bahwa semenjak perang Rusia-Ukraina, harga-harga barang kebutuhannya secara perlahan meninggi. Ia berharap misi Presiden Jokowi untuk mendamaikan Rusia-Ukraina berhasil dan berimbas ke ekonomi yang membaik.

Sebagai umat beragama dan berkepercayaan, saya kira kini saatnya semua warga NKRI berdoa agar upaya damai Rusia-Ukraina yang dilakukan oleh Presiden Jokowi berhasil. Sebab bagaimanapun, damai itu indah.

Tidak ada komentar: