Selasa, 15 September 2020

Efek Paranoid di Hari Kedua Isolasi



Tadi siang sekira jam 11 gegara lupa makan pagi, lambung kumat. Bagian sekitar diafragma kiri rasa seperti tertikam-tikam. Denyut jantung agak cepat, sedikit berkeringat walau tidak panas. Pikiran jadi panik/ paranoid.

Mau makan, istri sudah berangkat kerja, pintu dapur dia kunci. Saya diisolasi di kamar yang terpisah dari rumah.

Saya baca masa inkubasi Covid-19 dan ciri-cirinya. Itu malah membuat saya merasa-rasa, jangan-jangan batuk dan rasa tertikam dekat jantung ini tanda-tandanya.

Segera saya telepon adik yang perawat. Dia bilang jangan panik, segera makan, minum suplemen, mandi, dan istirahat/ tidur.

Saya ikuti. Segera saya pergi membeli roti, minuman suplemen dan segera mengkonsumsinya. Syukurlah, sekarang saya sudah tenang.

Jantung sudah normal. Batuk berdahak sehari cuma maksimal 3 kali (itu sudah terjadi sebelum ke Bandung), saya minum OBH combi.

Sepulang dia kerja, saya sampaikan ke istri. Mulai besok dia sediakan makan pagi. 


Rupanya kemarin pagi saya sudah ditawari makan, tapi saya menolak, dan itu tidak saya sadari karena menjawab tawaran sambil konsentrasi menulis. Jadi saya jawab tanpa fokus (asal).

Begitu siang saya sampaikan ke istri baru ketahuan kalau saya yang menolak tanpa sadar. Dan itu kadang terjadi.

Otak saya tidak bisa konsentrasi pada hal lain jika sudah menulis.


Nanti tepat seminggu saya mau rapid test. Kalau swab mahal.

Senin, 14 September 2020

Resiko Kembali dari Zona Merah

Sekembalinya dari zona merah, untuk dua Minggu saya mesti jauh-jauhan dengan orang lain, juga keluarga. Mesti karantina mandiri. Hari ini hari kedua.

Jika dalam dua Minggu saya tidak demam tinggi atau menunjukkan gejala positif Covid-19 lainnya berarti:
1. Saya tidak terpapar.
2. Saya terpapar tapi sembuh sendiri.
Itu menurut saya.

Saya mau tes swab tapi biayanya mahal yaitu 1,5 juta di RSU. Ah, seandainya untuk perjalanan dinas dimurahkan.

Sudahlah, nikmati karantina mandiri, semoga melahirkan karya, atau diet biar langsung eh langsing.

Jadi tau kenapa teman saya menolak kesempatan Diklat ke Jawa. Mungkin karena dia mesti dekat dengan istri anak yang baru lahir.

Ketika saya kembali dari zona merah, auto mulutgram menyampaikan kabar ke sekitar lingkungan rumah. Terima kasih basudara di sekitar yang sudah tahu dan sudah memberitahu. Ini modal untuk mencegah daripada mengobati. Untuk yang belum tahu, ini informasinya.

1. Perjalanan dinas ini sudah ada koordinasi dengan kementerian kesehatan RI untuk protokol kesehatan benar-benar diikuti.

Untuk informasi lengkapnya silahkan klik tautan dari P4TK IPA Bandung di bawah ini:

https://www.facebook.com/1828085724093497/posts/2708092966092764/

2. Selama perjalanan dinas saya membeli oleh-oleh di pasar baru Bandung, ke Cimahi, ke Jln. Asia Afrika, lalu kembali ke hotel dan berangkat besok pagi jam 6. Dalam perjalanan ada protokol kesehatan semisal jaga jarak, ukur suhu saat masuk pasar, pakai masker dan face Shield. Di pesawat juga begitu. Ada pemeriksaan hasil rapid test sebelum masuk check in dan ukur suhu.

3. Untuk dua Minggu ke depan saya karantina mandiri di rumah. Di kamar khusus dan tersendiri. Barang bawaan saya saat tiba semalam di rumah langsung dicuci menggunakan deterjen dan disemprot desinfektan, lalu disetrika (jika berupa pakaian).

Mohon doanya agar kita semua sehat selalu.

Klo menurut ramalan/ nubuatan yang sudah berulang kali saya dengar, saya umur panjang.

Kata "kamu umur panjang," saya dengar saat orang ingat saya atau sedang membicarakan saya, kemudian saya muncul. Itu nubuatan yang saya Amini.

Jadi jika berdasarkan iman, saya lolos dan tidak terkena Covid-19. Tapi secara protokol kesehatan, saya mesti melakukan karantina mandiri untuk membuktikan kepercayaan saya.

Terpujilah Nama-Mu Tuhan. Amin.
 

Rabu, 02 September 2020

Diskusi Perihal KKM

Tiba-tiba saya terbangun dari mimpi sebelum membahas sebuah topik menarik yang saya ajukan pada forum diskusi bersama orang-orang luar biasa di NKRI ini. Ada Pak Lody Paat dan Mbak Nana.


Sebelum memori mimpi menguap, saya patrikan dalam tulisan ini. Ini pertama kalinya saya bermimpi untuk diskusi tentang pendidikan. Pernah dulu bermimpi diskusi singkat dengan Pak Jokowi tentang pembangunan di sebuah titik kota Kupang.

Dalam mimpi kali ini, setelah tuntas membahas sebuah topik pendidikan lain yang pematerinya ialah Pak Lody Paat dan Mbak Nana sebagai moderator, saya mengacungkan tangan untuk bertanya. Mbak Nana memberi kesempatan. Lalu saya mulai bicara.

"Terimakasih untuk kesempatan ini. Topik ini sudah pernah saya diskusikan bersama senior saya Pak Beny Mauko  beberapa saat lalu. Ini menyangkut kualitas pendidikan di Indonesia.

"Setelah keberhasilan menghapus ujian Nasional sebagai standar dan ketentuan kelulusan peserta didik, hal berikut yang mesti juga dibenahi ialah KKM. Bagi saya KKM adalah salah satu batu sandungan pendidikan di Indonesia.

"Mirip dengan UN yang tidak memandang keunikan dan kekhasan individu peserta didik, KKM juga demikian. KKM dan UN adalah bentuk pendidikan pukul rata (dengan dalil adil). Ibarat kata, kita memakai satu obat ampuh untuk semua jenis penyakit. Nonsens.

"Setiap individu peserta didik berbeda satu sama lain. Mulai dari identitas, preferensi, asumsi, dan lain-lain, berbeda. Pendidikan mesti menyentuh sampai ke area (dan pertimbangan) itu.

"Saking berbedanya, perbedaan itu tidak bisa  ditarik-tarik kesamaannya untuk diberi pendekatan/ strategi/ metode pendidikan yang sama untuk semua individu peserta didik. Saya beri satu contoh.

"Peserta didik yang memiliki keunggulan visual (spasial) dan tidak unggul dalam aspek kinestetik, tidak bisa dituntut memiliki capaian ketuntasan bagus (tinggi) dalam aspek kinestetik. Begitu pula sebaliknya.

"Kita tidak bisa menyamaratakan semua peserta didik. Kita tidak bisa mem-profil-kan semua orang menurut profil kita. Kata Ibu Dosen saya, Ibu Andam Ardan : jangan ukur semua orang menurut ukuran kita. Ukuran baju kita tentu berbeda dengan ukuran baju orang lain.

"Selama ini yang terjadi ialah KKM hanya menyentuh sampai ke level kelas, meski dalam perhitungannya menyentuh daya serap setiap peserta didik namun kemudian hanya diambil rerata nilai KKM kelas sebagai standar acuan pencapaian."

Itu isi aduan saya pada forum diskusi dalam mimpi malam ini. Terlihat Pak Lody Paat telah siap-siap akan menjawab, Mbak Nana sedang mencatat inti pertanyaan, lalu saya sadar dan bangun dari tidur.

Ah, seandainya mimpi berlanjut dan saya mendapatkan tanggapan dari pemateri Pak Lody Paat, juga forum diskusi. Tentu ada banyak pencerahan yang saya dapatkan.

Dihubungkan dengan slogan merdeka belajar, dengan pola KKM yang terjadi sekarang, saya bisa menilai bahwa individu peserta didik tidak akan mengalami merdeka belajar sepenuhnya. Sistem penilaian kurikulum dengan keberadaan KKM membuat guru berorientasi pada ketuntasan kelas dan (cenderung) mengabaikan ketuntasan individu.

Mohon tanggapan dan pencerahannya teman-teman. Abaikan mimpinya dan tanggapi substansi menyangkut KKM mengabaikan pencapaian individu peserta didik dalam proses pendidikan.

Sila.