Selasa, 23 Maret 2021

Bandara Pantar dan Pengembangan Pariwisata

Krismanto Atamou
Warga Alor,  Menjuarai Kompetisi Menulis Review  
Pariwisata Lokal (2017) di Nusaku.id
 
Hadirnya bandar udara Pantar telah menjadi sejarah baru bagi warga Pantar, Kab. Alor. Setelah sekian lama hanya menggunakan transportasi laut jika ingin ke luar Pulau Pantar, sekarang sudah bisa menggunakan moda transportasi udara. Ini suatu kebanggaan.  
 

Kemajuan moda transportasi ini patut disyukuri sebagai terbukanya Pantar bagi kemajuan di bidang lainnya. Pada kemajuan yang terjadi di setiap daerah, lazim dimulai dengan terbukanya konektivitas dari dan ke daerah tersebut. 

Sebagaimana dirilis oleh Victory News (VN) pada Minggu, 21/03/2021 bahwa bandar udara (bandara) Pantar diresmikan oleh Bapak Presiden Republik Indonesia pada Kamis, 18/03/2021 lalu. Penerbangan perdana ke bandara Pantar dilakukan pada Sabtu, 20/03/2021.  
 

Setelah pendaratan penerbangan perdana itu tampak tampak sambutan hangat dan sukacita dari warga dan pemerintah Alor kepada Wakil Gubernur (Wagub) Nusa Tenggara Timur (NTT) Bpk Josef Adrianus Nae Soi (JNS) dan rombongan. Turut hadir juga Bpk Ima Blegur, mantan anggota DPR RI, putra Alor, yang oleh pengakuan Wagub JNS merupakan perintis bandara Pantar ini semasa masih aktif di lembaga parlemen.
 

Sambutan hangat dan sukacita itu ditunjukkan lewat tarian penyambutan dari tarian tradisional Pantar. Di channel YouTube La’huin Anainfar Official dapat kita saksikan setiap orang dalam rombongan Wagub NTT yang datang masing-masing diberi hadiah kain tenun khas Pantar. Ini menunjukkan keramahan yang telah menjadi kekayaan adat dan budaya di Alor-Pantar. Sebuah akronim menyebutkan Alor sebagai Alamnya Lestari Orangnya Ramah. 


Tidak berhenti pada euforia sukacita kehadiran bandara baru, Pemerintah Kabupaten Alor dan Pemerintah Provinsi NTT akan terus bekerja sama dengan pihak terkait untuk memperpanjang landasan bandara Pantar menjadi 1.400 bahkan 1.500 meter. Tentu ini semata-mata untuk mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat di masa depan.
 
Peluang Pengembangan Pariwisata 

 
Setelah bandara Pantar beroperasi, pertanyaan selanjutnya ialah: apakah bandara ini hanya berperan sebagai konektivitas dari dan ke Pantar? Apakah kehadiran bandara Pantar semata-mata memajukan moda transportasi warga Pantar sebagaimana yang telah penulis sebutkan di awal? Jawabannya tentu tidak.  


Keberadaan layanan transportasi hanyalah jembatan penghubung bagi kemajuan di bidang lainnya. Salah satunya ialah di bidang pariwisata. Pantar yang pernah diusulkan menjadi Daerah Otonomi Baru (DOB) memiliki banyak kekayaan alam, adat istiadat, bahasa, budaya, dan memiliki sumber daya manusia yang mumpuni.

 
Berikut ini penulis ingin menampilkan beberapa dari sekian banyak destinasi wisata di Pantar. Satu, Pantai Pasir Tiga Warna di Puntaru Desa Tude Kecamatan Pantar Tengah. Pantai yang berdekatan dengan gunung Sirung ini memiliki butiran pasir beraneka warna. Warna-warni dari butiran pasir ini akan berganti pada musim-musim tertentu. Sering beberapa pengunjung (termasuk penulis) membawa pulang bungkusan pasir warna-warni ini sebagai oleh-oleh. 


Dua, Bergeser ke arah barat dari Puntaru terdapat Pantai Diddi dengan pesona pasir putih yang membentang luas. Tiga, Pantai Delaki, Kec. Pantar Tengah. Gulungan ombak yang tinggi di Pantai Delaki sangat mungkin untuk dikembangkan menjadi tempat olahraga surfing.  


Empat, Taman Laut Pulau Pantar. Keindahan alam bawah laut Pulau Pantar ini tak kalah dengan yang ada di Raja Ampat, Bunaken, atau laut di Kepulauan Karibia. Aneka spesies terumbu karang hidup dan menjadi habitat hidup dari banyak spesies ikan. Dalam buku “Underwater Indonesia” dan “East of Bali”, penulis, fotografer, dan antropolog Kal Muller telah mengenalkan surga bawah laut Alor ini kepada dunia. 


Lima, Pulau Kangge di Kec. Pantar Barat memiliki pesona water blow, Batu Petti, dan pasir berwarna pink. Warna pasir ini mirip Pink Beach di Taman Nasional Komodo (TNK). Enam, Taman Wisata Alam Pulau Lapang. Pulau ini memiliki pantai pasir putih nan indah. Di sekitar pulau Lapang terdapat pulau pasir yang mirip Taka Makassar di TNK. Tujuh, Pulau Rusa, sesuai namanya pulau ini merupakan habitat bagi rusa. Delapan, Gunung Sirung, merupakan gunung berapi aktif dengan ketinggian 862 mdpl dan dapat diakses lewat Desa Mauta Kec. Pantar Tengah. Gunung Sirung memiliki pesona kaldera yang menakjubkan.  Sembilan, pariwisata kesehatan di kolam pemandian air panas Desa Tubbe. 


Pada kesempatan kali ini penulis lebih banyak menyebutkan destinasi wisata alam, namun sesungguhnya Pantar memiliki beragam jenis wisata lainnya yang bisa dikembangkan. Misalnya saja pariwisata budaya berupa kekayaan cerita rakyat dengan bukti-bukti yang mendukung cerita. Salah satunya ialah cerita rakyat dari Puntaru tentang dua tokoh kuno yaitu Bumanema dan Kallangburi. Cerita rakyat ini selengkapnya telah dikisahkan oleh Bpk. Jitro Allu dalam buku berjudul Alor Bangkit karya Bpk Pestus Lawangdonu, S.Pd. Bukti yang mendukung cerita yaitu adanya sisa-sisa perkampungan kuno berupa tiang gudang kuno, patung Bumanema dan anaknya, serta pagar halaman dari batu yang tersusun rapi di bawah laut. 


Sebelumnya, Gubernur NTT Bpk. Viktor B. Laiskodat telah menyatakan bahwa sektor pariwisata merupakan penggerak utama roda ekonomi di NTT. Pernyataan ini sangat tepat  mengingat potensi pariwisata di NTT (termasuk Pantar) sangat menjanjikan jika dikelola dengan baik. Ir. Ans Takalapeta, mantan bupati Alor dua periode pernah mengatakan: Alor memang indah asal kita pandai menikmatinya. Bupati Amon Djobo yang sedang menjabat saat ini mencetus tagline: Alor, surga di timur matahari. 

 
Penulis berharap, dengan kehadiran bandara Pantar, tidak sekedar membuka konektivitas. Apalagi sekedar euforia bahwa saat ini, Kab. Alor ialah kabupaten di Indonesia yang memiliki dua bandara. Perlu langkah nyata selanjutnya, sebab kehadiran bandara Pantar adalah juga peluang untuk mengembangkan potensi pariwisata di Pantar. Dengan berkembangnya sektor pariwisata, maka praktis sektor ekonomi pun akan berkembang dan berdampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat.  
 

Sabtu, 20 Maret 2021

Asa Guru Honorer Melalui PPPK

Krismanto Atamou
Guru dan Pemerhati Pendidikan

Sudah lama guru honorer memperjuangkan hak mereka. Ada yang melalui jalur mandiri, ada pula melakukan gerakan organisasi massa semisal GTKHNK35+. Suara mereka yang dititipkan melalui wakil-wakil rakyat untuk diperjuangkan di Senayan, hingga kini mulai menemui titik terang. Meski begitu, mereka tak pernah berhenti bersuara, sebagaimana yang dilakukan oleh Ofni Neparasi, guru honorer di SMAN 1 Amarasi (Victory News, Kamis 18 Maret 2021).

 Beberapa aturan pemerintah sebelumnya memang menghadang langkah juang guru honorer dalam memperjuangkan kesejahteraannya. Semisal aturan menyangkut batasan umur untuk direkrut menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu maksimal usia 35 tahun saat melamar, lihat PP No. 11 tahun 2017 pasal 23 ayat 1a.

Melihat permasalahan ini, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 49/ 2018 untuk menjamin nasib honorer melalui skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Skema ini oleh pemerintah dinilai sebagai jalan tengah diantara tuntutan guru honorer untuk menjadi PNS dan UU RI No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Berita tentang skema PPPK ini diharapkan menjawab harapan guru honorer, terutama yang sudah tua sekali dalam pengabdiannya.

Sebelum adanya rasionalisasi jam mengajar guru melalui Permendikbud No.15/ 2018, jumlah guru honorer di sekolahan tidak terkontrol jumlah dan spesifikasinya. Ini terjadi karena sistem perekrutan guru honorer berlangsung tanpa standar atau prosedur yang jelas. Kepala sekolah, dinas pendidikan, komite sekolah, atau ‘orang kuat’ tertentu dengan mudahnya memasukkan seseorang ke sekolah untuk menjadi guru honorer. Seseorang bisa menjadi guru honorer di sekolah sepanjang ada lowongan, memiliki koneksi orang dalam, atau anak ‘penguasa’ wilayah tempat sekolah berada.

Lowongan guru honorer di daerah pedalaman lebih terbuka lebar mengingat para PNS yang ditempatkan di daerah pedalaman (termasuk Guru Garis Depan dari program Kemdikbud semasa Mendikbud Anis Baswedan), cenderung tidak bisa bertahan lama lalu mengurus mutasi ke daerah sekitar kota atau ke daerah asal mereka. Alhasil sekolah-sekolah di pedalaman terpaksa merekrut guru honorer yang ‘tahan banting’ untuk mengisi kekurangan tenaga guru. Buka saja Data Pokok Pendidikan (DAPODIK) Dikdasmen KEMDIKBUD, ada banyak penumpukan guru PNS di kota dibanding di desa atau daerah pedalaman.

Ironisnya, meski telah lama dihargai dengan penghasilan yang tak wajar, jauh dari kata cukup, guru honorer tetap setia mengabdi dengan harapan kelak nasib mereka akan diperhatikan pemerintah. Harapan ini sangat wajar mengingat peran penting mereka yang menentukan masa depan bangsa dan negara Indonesia melalui pendidikan dan pengajaran di ruang-ruang kelas.

Perihal skema PPPK ini, seminggu belakangan pemerintah melalui Kemdikbud telah melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan anggota DPR RI Komisi X sebagai tindak lanjut dari pengumuman rencana seleksi guru PPPK pada November 2020 lalu. Pembukaan seleksi ini berdasarkan analisis kebutuhan tenaga guru melalui data DAPODIK yang mencapai satu juta guru.

Pemerintah berencana mengadakan ujian seleksi PPPK pada bulan Agustus, Oktober, dan Desember 2021. Formasi kapasitas yang diusulkan Kemdikbud tidak main-main yaitu mencapai maksimum satu juta tenaga guru berdasarkan pertimbangan analisis kebutuhan tadi. Untuk membayar gaji tenaga PPPK yang lolos seleksi nantinya, pemerintah akan menyiapkan dana alokasi umum (DAU), hal yang sebelumnya dibebankan kepada APBD.

Dalam rapat dengar pendapat itu, Mendikbud Nadiem A. Makarim menyampaikan beberapa poin kebijakan afirmatif antara lain; guru agama, seni, dan olahraga bisa ikut seleksi PPPK, guru umur 40 tahun mendapat bonus poin passing grade 75 (15%) pada soal teknis, guru honorer di sekolah negeri akan menjadi prioritas seleksi PPPK 2021, guru yang telah memiliki sertifikat pendidik (bersertifikasi) akan mendapat nilai 100% untuk bidang teknis (soal profesional).

Bagi guru honorer di atas 40 tahun, item bonus passing grade pada soal teknis di atas cukup membantu. Betapa tidak, pengalaman mereka selama pengabdian juga adalah suatu proxy dari mutu guru.

Di bulan Maret 2021 ini, pemerintah menargetkan untuk menyusun formasi final dari Kemenpan RB, melakukan sinkronisasi formasi oleh BKN, dan melakukan validasi data formasi PPPK yang akan dilakukan oleh Pemda dan Kemdikbud. Hingga kini, berdasarkan usulan dari pemerintah daerah, sudah ada 513 ribu formasi PPPK bagi guru honorer. Jumlah ini baru setengah dari analisa kebutuhan guru di Indonesia oleh Kemdikbud. Ternyata masih ada pemerintah daerah yang belum maksimal mengusulkan formasi PPPK sesuai analisis kebutuhan tenaga guru di daerah.

Sebagai wujud dukungan kepada peserta tes PPPK agar bisa lulus tes, Kemdikbud telah menyediakan materi untuk persiapan pembelajaran tes PPPK secara online melalui situs guru belajar. Per 19 Maret 2021 jumlah peserta yang melakukan pembelajaran mandiri calon guru ASN PPPK mencapai 406.558 orang (gurubelajardanberbagi.kemdikbud.go.id). Ini menunjukkan kehausan belajar guru yang tinggi demi mengikuti seleksi massal perekrutan tenaga PPPK.

Dari skema PPPK yang terus diperbaiki sistemnya, kelihatan sekali niat pemerintah untuk menyelesaikan masalah guru honorer yang sudah terkatung-katung sekian lama. Diharapkan kelak, sistem perekrutan tenaga guru di sekolah lebih tegas, teratur, dan terukur agar tak ada lagi status guru honorer di sekolah.

Meski skema PPPK menjadi angin segar bagi guru honorer, namun penulis melihat keberlangsungan nasib guru honorer yang lolos PPPK nantinya tak dapat dimungkiri akan tergantung juga pada kondisi politik dan kinerja pemerintah daerah. PP No. 49/2018 Pasal 37 ayat 1 dan 2 menyebutkan bahwa masa hubungan perjanjian kerja tenaga PPPK minimal satu tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan penilaian kinerja melalui persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).

Untuk itu, tentu kita berharap yang terbaik. Guru honorer yang kelak menjadi PPPK dapat menjaga netralitasnya sebagai ASN. Sedangkan PPK yang notabene merupakan produk politik di daerah dapat menjalankan tanggung jawabnya sesuai amanat peraturan dan UU yang berlaku, terbebas dari politik SARA dan polarisasi politik semasa kampanye.