Kamis, 31 Agustus 2017

MEMBANGUN GENERASI UNGGUL, CERDAS DAN BERKARAKTER BANGSA MELALUI PENDIDIKAN


Prosiding, telah terbit di Jurnal Seminar Nasional FKIP UNDANA September 2016
Oleh: Olyvianus Krismanto Atamou, S.Pd 
Guru pada SMP Negeri 2 Amabi Oefeto Timur, Kab. Kupang

abstrak
Generasi unggul dapat diartikan sebagai generasi yang lebih baik dan berusaha keras untuk meraih prestasi. Generasi yang memiliki kecerdasan dan karakter yang mantap di dalam dirinya, selalu berdampak positif bagi diri, sesama dan lingkungannya. Generasi yang telah mengalami pembentukan rasio secara matang di dalam dirinya, sehingga mampu menghindari setiap perilaku tak bermoral dan kontra-produktif lainnya. Namun pada kenyataannya belum banyak yang menyadari hal ini. Menciptakan generasi unggul memang sulit dan butuh perjuangan, namun akan lebih sulit jika manusia hidup tanpa sikap unggul yang melekat pada dirinya. Prasyarat untuk menjadi manusia yang unggul, yaitu memiliki kemampuan mengoreksi sikap mentalnya, lingkungan dan system yang harus kondusif, dan memperbanyak silaturahmi (Gymnastiar, 2002). Kemampuan mengoreksi sikap mental bertujuan supaya bisa lebih ulet dan gigih dalam memacu dan menempa diri dibandingkan dengan orang lain. Sementara lingkungan berperan penting untuk merangsang dan menciptakan sebuah prestasi. Hal ini diyakini oleh penganut aliran behaviorisme, bahwa lingkungan pengaruhnya sangat besar terhadap perkembangan hidup seseorang. Oleh karena itu, generasi unggul harus diciptakan dan salah satu caranya adalah melalui pendidikan. Untuk menghasilkan generasi unggul, cerdas dan berkarakter maka orientasi pendidikan tidak hanya berfokus pada intelligent life, tetapi juga bagaimana generasi Indonesia bisa memiliki kehendak yang kuat (will) untuk selalu hidup menurut patokan-patokan moral. Untuk tujuan ini, pendidikan perlu dimulai sejak usia dini dan secara komprehensif perlu didukung dengan peran serta orang tua, sekolah, masyarakat dan Negara. Pada akhirnya, generasi Indonesia memiliki nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang secara spontanitas akan keluar dari sikap atau tingkah laku yang berpedomankan Pancasila. Sikap yang berpedomankan Pancasila inilah yang disebut sebagai karakter bangsa Indonesia.

Kata Kunci : Unggul, Cerdas, Berkarakter, Pendidikan

PENDAHULUAN
Keluhuran sumber daya manusia sebagai generasi unggul merupakan harapan setiap bangsa, termasuk Indonesia. Lahir dari persoalan sumber daya manusia dan tantangan zaman yang terus berkembang, setiap bangsa menyiasati dengan konsep-konsep generasi unggul dalam mengahadapi tantangan internal maupun eksternal.
Saat ini, kita menyaksikan berbagai peristiwa mengkhawatirkan dalam kehidupan bangsa, menyebabkan pembangunan karakter bangsa merupakan suatu keharusan untuk  dihidupkan kembali. Sering sekali kita menyaksikan kasus korupsi yang begitu masif; budaya kurang santun dalam mengungkapkan perbedaan pendapat. Terjadi intoleransi, krisis identitas, tawuran dan kekerasan di lingkungan pendidikan dasar sampai di Perguruan Tinggi. Terjadi konflik horizontal dan masih banyak lagi sikap-sikap anti sosial yang terjadi di tengah masyarakat bahkan sering memakan banyak korban jiwa (Suparno, P., 2012 dengan modifikasi penulis). Menurut catatan POLRI, jumlah tindak pidana dalam enam tahun terakhir cenderung terus meningkat. Pada tahun 2010 terjadi 332.490 kasus tindak pidana, angka ini meningkat pada tahun 2015 mencapai 352.936 kasus (BPS, 2016). Selain itu tantangan globalisasi dalam berbagai aspek kehidupan, juga menuntut disikapi dengan karakter yang lebih kuat.
Untuk meminimalisir perkembangan kasus selanjutnya maka pendidikan karakter bangsa harus dimulai sedini mungkin. Dimulai dari lingkungan keluarga di rumah maupun dalam pendidikan formal di Sekolah Dasar, selanjutnya pada Sekolah Menengah dan Perguruan Tinggi. Berbagai model pendidikan karakter bangsa dicoba, seperti pendidikan karakter lewat suatu mata pelajaran tersendiri, lewat semua mata pelajaran sekolah, lewat kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. Banyak kegiatan outbound dan live in digunakan untuk membantu pendidikan karakter bangsa pada peserta didik (Suparno, P., 2010).
Dalam artikel ini akan dibahas pentingnya konsep generasi unggul, cerdas dan berkarakter bangsa. Apakah pendidikan dapat sungguh-sungguh menghasilkan generasi unggul, cerdas dan berkarakter bangsa?

METODE
Dengan bahan – bahan bacaan yang ada pada penulis, maka tersusunlah makalah ini dengan metode pustaka. Metode penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literature (kepustakaan) baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil penelitian dari peneliti terdahulu (Sangadji dan Sopiah, 2010: 28). Makalah ini tersusun dengan cara penulis membaca kembali buku – buku yang berhubungan dengan masalah yang penulis tentukan. Makalah ini penulis susun dengan membaca dari berbagai sumber pustaka termasuk media internet. Dengan latar belakang penulis sebagai pengajar membuat penulis merenungkan kembali bahwa makalah yang saat ini tersusun adalah apa yang sudah dan akan penulis sajikan setiap kali ada kesempatan berdiskusi dengan sesama guru maupun masyarakat biasa yang memiliki kepedulian terhadap Membangun Generasi Unggul, Cerdas dan Berkarakter Bangsa..

HASIL
Sebagaimana perumusan masalah yang penulis kemukakan di atas maka hasil penelitian di sini penulis sampaikan dalam lima pokok bahasan.

Tantangan Generasi Unggul
Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Tekhnologi dan Seni (IPTEKS) telah mempercepat arus globalisasi. Persaingan dalam kancah nasional maupun internasional semakin ketat. Bukan hanya itu, saat ini di lingkup lokal pun persaingan tak bisa dielakan lagi. Untuk menghadapi persaingan tersebut diperlukan manusia-manusia unggul. Hanya manusia unggul yang mampu memenangkan persaingan, baik di lingkup lokal, nasional, bahkan internasional. Keunggulan tersebut sebaiknya tidak hanya secara indiviual maupun juga unggul secara kelompok, bangsa, dunia dan pada akhirnya menjadi suatu tatanan yang unggul.
Generasi unggul dapat diartikan sebagai generasi yang lebih baik dan berusaha keras untuk meraih prestasi. Generasi yang memiliki kecerdasan dan karakter yang mantap di dalam dirinya, selalu berdampak positif bagi diri, sesama dan lingkungannya. Generasi yang telah mengalami pembentukan rasio secara matang di dalam dirinya, sehingga mampu menghindari setiap perilaku tak bermoral dan kontra-produktif lainnya.
Namun dalam realitanya, tidak setiap orang yang sudah berpendidikan membiarkan seluruh hidupnya dibimbing oleh rasionya. Disinilah terletak tantangan melahirkan generasi unggul: pendidikan seharusnya juga mempengaruhi individu supaya tidak hanya tahu yang baik dan yang buruk secara moral (intelligent life), tetapi juga memiliki kehendak yang kuat (will) untuk selalu hidup menurut patokan-patokan moral. Dalam arti itu, pendidikan yang sanggup melahirkan generasi unggul adalah pendidikan yang juga sanggup memperkuat kehendak supaya setiap orang yang tahu kebaikan moral benar-benar mau hidup sesuai pengetahuan tersebut ( Jena, 2016).

Kecerdasan Yang Berbeda-Beda
Manusia mempunyai kecerdasan yang berbeda-beda. Empat kecerdasan manusia       adalah :
§  Kecerdasan Fisik : Atlet hebat adalah pembelajar fisik yang berbakat. Kecerdasan fisik ditemukan di otot. Atlet golf akan berkata, anda perlu mengembangkan “ingatan otot”.
§  Kecerdasan Mental : Sebagian besar orang yang berprestasi di sekolah adalah pembelajar mental yang berbakat. Kecerdasan mental ditemukan di otak. Yang dikatakan adalah “saya akan pikirkan”.
§  Kecerdasan Emosional : Kecerdasan emosional dikenal sebagai kecerdasan “sukses”. Artinya makin tinggi kecerdasan emosional seseorang, makin baik dia dalam menghadapi tantangan hidup, seperti rasa takut, kerugian, kelaparan dan kebosanan. Kecerdasan emosional ditemukan di nyali kita.
§  Kecerdasan Spiritual : Kecerdasan spiritual ditemukan di dalam hati. Seniman, penyair, pemuka agama biasanya berbakat kecerdasan spiritual.

Kecerdasan fisik ada di bagian pertama karena segala pembelajaran bersifat fisik, termasuk membaca, berpikir, dan menulis. Seperti kata Albert Einstein, “tiada yang terjadi sampai ada sesuatu yang bergerak”.
Kecerdasan spiritual adalah yang paling kuat di antara semua kecerdasan. Makin tinggi kecerdasan spiritual seseorang, makin baik dan murah hati orang tersebut. Makin rendah kecerdasan spiritual seseorang, makin kejam, tamak, dan (sering kali) orang tersebut korup. Krisis spiritual menyebabkan terlalu banyak ketamakan, kejahatan dan korupsi di dunia. Itulah sebabnya memperkuat empat kecerdasan yang membuat kita jadi manusia itu penting, terutama jika kita ingin kesempatan kedua dalam kehidupan.
Cara memperkuat kecerdasan-kecerdasan dengan mengubah lingkungan. Contoh, pergi ke pusat kebugaran bisa memperkuat kecerdasan fisik. Kecerdasan juga menguat kalau belajar keahlian bisnis baru seperti menjual, atau belajar melukis. Pergi ke perpustakaan, duduk diam membaca, dan belajar bisa memperkuat kecerdasan mental. Ikut kelas investasi, yang memang penting jika takut kehilangan uang, juga memperkuat kecerdasan mental.
Gardner menyebut kecerdasan emosional sebagai kecerdasan intrapersonal. Beberapa orang menyebutnya kecerdasan sukses. Jika seseorang tak bisa belajar mengendalikan emosi, maka boleh jadi dia tak pernah mencapai impian dalam hidup.
Ada orang yang bisa sangat pintar secara mental, tapi lemah secara emosional. Cara untuk memperkuat kecerdasan emosional adalah mempergunakan pelatih. Semua atlet profesional memiliki pelatih. Sebagian orang sukses punya pelatih. Pekerjaan pelatih adalah mengeluarkan yang terbaik dalam diri kita. Jika tak mampu membayar pelatih, carilah teman yang akan menjadi pelatih, mendorong untuk melakukan apa yang harus dilakukan (Robert T. Kiyosaki,  2016: 273 – 275).

Membangun Generasi Unggul Bangsa
Kita diseru untuk menjadi arsitek masa depan, bukan korbanya (Fuller dalam Kiyosaki, 2016 : 193 ). Membangun masa depan untuk menjadikan kehidupan yang lebih baik merupakan harapan setiap individu dan bangsa. Diantara berbagai peluang dan pilihan hidup serta konsekwensi dari setiap keputusan, diperlukan persiapan-persiapan yang mapan.
Menjadi unggul tentunya bukan sebuah kebetulan melainkan hasil dari proses yang diciptakan dan harus dimulai sejak dini. Menurut Byrnes, pendidikan anak usia dini akan memberikan persiapan anak menghadapi masa-masa ke depannya. Hal itu penting, karena di usia inilah akan terbentuk pendidikan yang lebih bagus. Selain itu, hasil penelitian juga mengatakan bahwa sekitar 50% kapabilitas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika usia empat tahun dan 80% telah mengalami perkembangan yang pesat tentang jaringan otak pada usia delapan tahun. Barulah di usia delapan belas tahun perkembangan tersebut akan mencapai puncaknya.
Menciptakan generasi unggul memang sulit dan butuh perjuangan, namun akan lebih sulit jika manusia hidup tanpa sikap unggul yang melekat pada dirinya. Prasyarat untuk menjadi manusia yang unggul, yaitu memiliki kemampuan mengoreksi sikap mentalnya, lingkungan dan system yang harus kondusif, dan memperbanyak silaturahmi (Gymnastiar, 2002).
Kemampuan mengoreksi sikap mental bertujuan supaya bisa lebih ulet dan gigih dalam memacu dan menempa diri dibandingkan dengan orang lain. Sementara lingkungan berperan penting untuk merangsang dan menciptakan sebuah prestasi. Hal ini diyakini oleh penganut aliran behaviorisme, bahwa lingkungan pengaruhnya sangat besar terhadap perkembangan hidup seseorang. Oleh karena itu, generasi unggul harus diciptakan dan salah satu caranya adalah melalui pendidikan.

Penanaman Nilai Karakter Bangsa
Membangun karakter dan watak bangsa melalui pendidikan mutlak diperlukan, bahkan tidak bisa ditunda, mulai dari lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat dengan meneladani para tokoh yang memang patut untuk dicontoh. Di lingkungan sekolah, guru, kepala sekolah dan tenaga pendukung kependidikan merupakan komunitas yang secara tidak langsung akan menjadi teladan bagi para siswa. Untuk itu karakter yang kuat harusnya lebih dahulu dimiliki oleh para pendidik, terutama guru. dalam art bahasa karakter : (1) Menurut Bahasa adalah Tabiat/kebiasaan. (2) Watak mengandung arti bentuk pribadi, tingkah laku atau budi pekerti. (3) Ilmu karakter mengandung arti gerak-gerik, tingkah laku, amal perbuatan, cara bersikap hidup yang berbeda dengan orang lain. Dengan demikian Karakter akan dapat menampilkan sikap dan perilaku yang didorong dari dalam (sebagai inner power) untuk menampilkan dan mewujudkan hal-hal yang manunjukan seseorang berkarakter baik atau tidak. Dengan kata lain karakter sebagai pengontrol yang dapat menentukan pilihan individu bangsa menuju suatu kebahagiaan atau menuju kehancuran (Nurokhim, 2007).
Karakter itu tidak dapat dikembangkan secara cepat dan segera (instant), tetapi harus melewati suatu proses yang panjang, cermat, dan sistemik. Berdasarkan perspektif yang berkembang dalam sejarah pemikiran manusia, pendidikan karakter harus dilakukan berdasarkan tahap-tahap perkembangan anak sejak usia dini sampai dewasa. Setidaknya, berdasarkan pemikiran psikolog Kohlberg (1992) dan ahli pendidikan dasar Marlene Lockheed (1990), terdapat empat tahap pendidikan karakter yang perlu dilakukan, yaitu (a) tahap “pembiasaan” sebagai awal perkembangan karakter anak, (b) tahap pemahaman dan penalaran terhadap nilai, sikap, perilaku dan karakter siswa; (c) tahap penerapan berbagai perilaku dan tindakan siswa dalam kenyataan sehari-hari; dan (d) tahap pemaknaan yaitu suatu tahap refleksi dari para siswa melalui penilaian terhadap seluruh sikap dan perilaku yang telah mereka pahami dan lakukan dan bagaimana dampak dan kemanfaatannya dalam kehidupan baik bagi dirinya maupun orang lain. Jika seluruh tahap ini telah dilalui, maka pengaruh pendidikan terhadap pembentukan karakter peserta didik akan berdampak secara berkelanjutan (sustainable).
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai karakter bangsa sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial dan mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial (Trisiana, 2015 : 171 – 172).
Sebagai suatu bangsa, Indonesia memiliki Pancasila sebagai nilai dasar kebangsaan. Menjadikan manusia Indonesia yang Pancasilais sesuai dasar Negara, merupakan suatu tema besar pada arah pembangunan manusia Indonesia. Untuk itu dunia pendidikan di Indonesia perlu diarahkan untuk membangun potensi dan karakter bangsa. Pendidikan sebaiknya tidak hanya menekankan aspek penguasaan dan pemahaman konsep, tetapi juga diharapkan dapat membangun generasi unggul, cerdas dan berkarakter bangsa.
Ada 18 nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dibuat oleh Depertemen Pendidikan Nasional. Mulai tahun ajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan berkarakter tersebut dalam proses pendidikan.Nilai-nilai tersebut yaitu :

No
Nilai
Deskripsi
1
Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2
Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3
Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4
Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5
Kerja keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas, dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6
Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu yang menghasilkan cara atau hasil baru berdasarkan sesuatu yang telah dimiliki.
7
Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8
Demokratis
Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9
Rasa ingin tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.
10
Semangat kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11
Cinta tanah air
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa.
12
Menghargai prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.
13
Bersahabat/
Komunikasi
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain.
14
Cinta damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15
Gemar membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16
Peduli sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
17
Peduli lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
18
Tanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan yang Maha Esa.

Ke-18 nilai di atas dapat juga dikelompokkan dalam sikap kita kepada Tuhan (religious, toleransi); Sikap terhadap sesama (toleransi, demokratis, bersahabat, cinta damai, peduli sosial); Sikap terhadap diri sendiri (jujur, disiplin, kerjakeras, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, gemar membaca, tanggungjawab); Sikap terhadap alam (peduli lingkungan); dan sikap terhadap Negara (cinta tanah air, semangat kebangsaan). Nilai-nilai di atas lebih bersifat praktis pada sikap dan tingkah laku daripada pemahaman konsep belaka.
Nilai-nilai karakter bangsa diatas perlu dijadikan pola pikir generasi Indonesia, yaitu cara generasi Indonesia untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu secara positif. Pola yang menetap dalam pikiran bawah sadar generasi Indonesia berdasarkan Pancasila.
Untuk mengubah pola pikir ke arah yang positif, Robert Rero menawarkan delapan langkah yaitu : (1) Mengenali tujuan sesuai dengan konsep diri; (2) Melakukan kontemplasi (perenungan); (3) Melakukan Evaluasi terhadap apa saja yang telah dilakukan; (4) Mengenal sifat baik dan buruk; (5) Membersihkan hati; (6) Membuang sifat negatif; (7) Membangun komitmen pada sifat positif; (8) Terus-menerus melakukan perbaikan (Rero, 2011: 74-79 dengan modifikasi penulis).

Peran Serta Berbagai Pihak dalam Membangun Karakter Bangsa
Pendidikan adalah tanggungjawab banyak pihak, antara lain orang tua, sekolah, masyarakat, dan negara. Di beberapa negara yang berdasarkan agama, pendidikan menjadi tanggungjawab orang tua, sekolah, instansi agama, masyarakat, dan negara. Demikian juga dengan pendidikan karakter bangsa juga menjadi tanggungjawab beberapa pihak, seperti orang tua, sekolah, masyarakat, dan Negara (Ryan & Lickona dalam Suparno, 2012 : 3). Pihak mana yang tanggung-jawabnya pada tahap pendidikan tertentu lebih besar tergantung pada sistem pendidikan, situasi, dan hukum suatu Negara, serta kedewasaan warga masyarakat.
Dalam pengalaman hidup, pendidikan karakter pertama-tama menjadi tanggungjawab penuh orang tua. Orang tua yang mendidik secara penuh anak-anak mereka sejak lahir sampai mereka mulai masuk sekolah. Biasanya, anak yang mengalami pendidikan awal secara baik dalam keluarga, dapat berkembang kemudian secara baik, sedangkan yang pada masa umur dini tidak mengalami pendidikan secara baik dalam keluarga, sering mengalami banyak hambatan dalam perkembangan kemudian. Anak yang dididik nilai karakter baik oleh orang tua, biasanya lebih mudah menjadi pribadi yang baik. Setelah anak masuk sekolah, maka kecuali orang tua, sekolah ikut andil dalam pendidikan karakter anak. Selain sekolah masyarakat juga sangat berpengaruh dalam pendidikan karakter anak. Apa yang tiap hari terjadi dalam masyarakat ikut mempengaruhi anak menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk. Akhir-akhir ini kita mendeteksi ada banyak hal yang semakin mempengaruhi nilai karakter anak seperti kelompok bermain (peer group), media (TV, majalah, koran, video, games), internet, facebooks, dll. (Ryan & Lickona dalam Suparno, 2012 : 3 ).

KESIMPULAN
Untuk menghasilkan generasi unggul, cerdas dan berkarakter maka orientasi pendidikan tidak hanya berfokus pada intelligent life, tetapi juga bagaimana generasi Indonesia bisa memiliki kehendak yang kuat (will) untuk selalu hidup menurut patokan-patokan moral. Untuk tujuan ini, pendidikan perlu dimulai sejak usia dini dan secara komprehensif perlu didukung dengan peran serta orang tua, sekolah, masyarakat dan Negara. Pada akhirnya, generasi Indonesia memiliki nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang secara spontanitas akan keluar dari sikap atau tingkah laku yang berpedomankan Pancasila. Sikap yang berpedomankan Pancasila inilah yang disebut sebagai karakter bangsa Indonesia.

Daftar Rujukan
Badan Pusat Statistik Jakarta Pusat. (2016). Statistik Indonesia Tahun 2016. Jakarta Pusat : Badan Pusat Statistik. Diakses dari http://www.bps.go.id/, diakses pada tanggal 12 Oktober 2016.
Gymnastiar, Abdullah. (2002). Menjadi Muslim Prestatif. Bandung. MQS Pustaka Grafika.
Jena, Jeremias. (2009). Tantangan Melahirkan Generasi Unggul. Diakses dari https://jeremiasjena.wordpress.com/2009/01/22/tantangan-melahirkan-generasi-unggul/, tanggal 14 Oktober 2016.
Kiyosaki, Robert T. (2016). Second Chance (Untuk Uang, Hidup dan Dunia Kita). Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
Nurokhim , Bambang. ( 2007). Membangun Karakter dan Watak Bangsa Melalui Pendidikan Mutlak Diperlukan. Diakses dari http://www.tnial.mil.id/ Aboutus/ DataAlutsista/ KRI/ tabid/ 131/ articleType/ ArticleView/ articleId/ 169/ Default.aspx., tanggal 13 Oktober 2016.
Pawito. (2008).  Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta. PT LKIS Pelangi Aksara.
Rero, Robert. (2011). Cara Jitu Mengubah Mind Set Menghadapi Tantangan Global, Perpaduan IQ, EQ, SQ. Denpasar. Paradigma Grafika.
Sangadji, Etta Mamang dan Sopiah. (2010). Metodologi Penelitian – Pendekatan Praktis dalam Penelitian. Yogyakarta. Andi Publisher.
Suparno, Paul. (2012). Peran Pendidikan dan Penelitian terhadap Pembangunan Karakter Bangsa, dalam Prosiding Seminar Nasional dalam rangka Dies Natalis ke-48 Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2012, hal 1–7
Taufik, Dede. (2008). Ciptakan Generasi Unggul 2045, diakses dari http://m.kompasiana.com/dedetau, tanggal 13 Oktober 2016.
Trisiana, Anita. (2015). Paradigma Baru Pendidikan Karakter Bangsa Melalui Pengembangan Model Pembelajaran Project Citizen Dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Prosiding Seminar Nasional 2015, Revolusi Pendidikan Karakter. Universitas Negeri Malang.


3 komentar:

krismanto mengatakan...

mantap, terus semangat menulis.

SUJANAR TOPPP.....!!!! mengatakan...

Hebat hebat generasiku,hebat bangsaku

Sans Cuy News mengatakan...

halo pak, tulisan ini sangat bagus. saya juga salah satu mahasiswa undana. sangat senang bisa membaca artikel bapak,