Selasa, 26 April 2022

Riuh ISBN dan Kualitas Buku



Oleh : Krismanto Atamou

 

International Standard Book Number (ISBN) kini menjadi isu yang riuh di dunia literasi. Hal ini bermula dari tulisan Bambang Trim di media sosialnya pada 14 April 2022 lalu. Bahwa ada pembatasan pemberian ISBN oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI). Lembaga internasional yang berwenang mengeluarkan ISBN membatasi pemberian ISBN karena kuota untuk Indonesia sudah mulai habis.

Pembatasan ini bermula dari pertumbuhan jumlah buku sangat tinggi di Indonesia. Sayangnya peningkatan jumlah buku ber-ISBN ini tidak diiringi tingkat penjualan buku atau apresiasi terhadap buku, apalagi tingkat membaca buku. Meski tingkat literasi membaca sudah mulai membaik, namun sayangnya itu belum cukup.

Seorang rekan memposting di media sosialnya jawaban ISBN Indonesia terkait pengajuan ISBN bukunya. Isinya: “Berdasarkan rekomendasi dari ISBN Internasional, buku hasil kegiatan belajar siswa dan gerakan literasi tidak diberikan ISBN. Silahkan diterbitkan sendiri tanpa ISBN.” Di bagian keterangan, sang rekan mengeluhkan keputusan ISBN Indonesia itu yang katanya dapat menggundahkan aktivis literasi.

 

Motivasi Berliterasi

Memang benar bahwa gonjang-ganjing terkait ISBN paling tidak, akan berdampak pada laju dan daya literasi masyarakat, terutama bagi mereka yang ingin menjadi penulis buku. Bayangkan jika naskah buku yang susah payah ditulis, diedit, ditulis lagi berulang-ulang, namun ternyata gagal ber-ISBN. Tentu akan membuat penulisnya kecewa. Apalagi jika buku tersebut diproyekkan demi tujuan selain kualitas buku, semisal demi akreditasi atau sertifikasi tertentu, jelas menjadi proyek gagal.

Saya sering diajak oleh komunitas tertentu untuk mengikuti proyek-proyek buku antologi beberapa tahun belakangan ini. Hampir selalu iklannya ialah menghasilkan buku ber-ISBN, dengan syarat naskah tulisan harus begini-begitu, dan harus membeli buku. Awalnya, sebagai penulis pemula saya ada rasa bangga. Punya buku ber-ISBN, siapa tidak mau? Namun lama-kelamaan saya sadar, saya korban proyek buku. Akhirnya, sudah dua tahun ini, saya tidak mau ikut proyek buku antologi lagi.

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Penggalan kalimat dari Pramoedya Ananta Toer ini sering dipakai pihak tertentu sebagai iklan sakti untuk mengajak orang harus menulis. Padahal, orang yang diajak belum tentu memiliki minat, ilmu, pengalaman, dan kemampuan menulis yang baik. Alhasil, kualitas buku masih perlu banyak perbaikan.

 

Jalan Sunyi Penulisan Buku

Seyogyanya, ISBN berkaitan dengan rantai industri buku dan selera pasar (nilai jual buku). Hal ini yang terkadang abai dari perhatian penulis pemula. Akhirnya, buku-buku karya mereka dicetak untuk komunitas terbatas, dicetak hanya beberapa eksemplar saja, lalu sisi pemasaran lemah atau diabaikan. Buku-buku itu nantinya hanya menghiasi media sosial penulisnya, tidak laku terjual, dijadikan souvenir kepada orang lain, dan kadang sesama penulis pemula barteran buku. Inilah kerja menghabiskan kuota ISBN dari lembaga ISBN Internasional di Inggris.

Seorang rekan menulis di media sosialnya terkait nasib penulis pemula. “Beginilah proses penulis pemula menghasilkan buku: cari bahan tulisan sendiri, pikir sendiri, tulis sendiri, edit sendiri, kualitas dijamin sendiri, cari penerbit sendiri, bayar penerbit sendiri, buku diterbitkan sendiri, koleksi buku sendiri, menikmati (baca) buku itu pun sendiri, bahkan bangga pun sendiri.

“Karya buku penulis pemula jangan harap dibaca orang. Kalaupun buku diberikan secara gratis, paling-paling sang penerima membawa pulang buku karena tidak enak hati untuk menolaknya. Kelanjutan nasib buku itu sudah bisa ditebak.”

Buku diperlakukan sebagai barang antik. Tidak dibaca, hanya diperhatikan dan diceritakan kala momen tertentu. Fenomena inilah yang membuat beberapa penulis menyebut dunia kepenulisan sebagai jalan sunyi. Hanya sedikit orang yang bisa melawan rasa malas membaca, sabar melakukan riset mendalam, sabar menghadapi proses belajar untuk mengubah tulisan buruk menjadi tulisan bagus, lalu meluaskan lingkaran pergaulan atau jaringan pemasaran demi menjual buku, sabar juga kalau bukunya tidak diapresiasi oleh orang lain.

 

Apresiasi Karya Buku

Berdasarkan sejarahnya, pencipta ISBN dari Inggris W.H. Smith menggunakan penomoran ini dengan fungsi inventarisasi buku. Jadi ISBN bukan soal kualitas atau penjamin mutu buku. Bagaimanapun kualitasnya,  saya kira apresiasi terhadap karya buku tetap perlu. Misalnya dengan memberi kritik yang membangun kepada karya-karya buku yang belum berkualitas agar menjadi lebih baik. Ibarat kata: “Dari pada saling menginjak (menghina) untuk naik ke atas (menghasilkan karya bagus), lebih baik saling menopang (memotivasi) dan bersinergi dalam kerja kebudayaan ini.

Untuk mengapresiasi karya buku, tidak cukup ada proyek-proyek kepenulisan dan tidak cukup ada grup-grup media sosial kepenulisan. Perlu juga ada kelas-kelas kepenulisan agar terjadi mentoring yang baik. Perlu ajang-ajang lomba yang objektif dan akuntabel agar penulis pemula dapat menguji kualitas karyanya. Perlu dibangun budaya baca, diskusi, lalu kritik terhadap karya buku. Dengan demikian, dunia kepenulisan (buku) tidak lagi menjadi jalan sunyi bagi para pelakunya. Dan akhirnya kualitas karya buku penulis pemula sekalipun sekiranya dapat menjadi karya yang baik karena telah melalui proses “mengeram” yang cukup.

Saat ini saya (sebagai penulis pemula) sedang “mengeramkan” novel saya berjudul suanggi. Saya telah memberi naskahnya kepada para pembaca pertama untuk mendapatkan kritik dan saran. Semoga kelak novel yang telah dua tahun saya kerjakan ini, dapat menjadi karya novel sejarah dan budaya lokal yang baik.



Kamis, 21 April 2022

Perjuangan Kartini Masa Kini



Oleh : Samu Rambunita Sandy, S.Pd

Guru SLB Negeri Oelmasi

 

R. A. Kartini di zaman dulu telah meninggalkan teladan baik bagi kaum wanita. Beliau mewariskan semangat emansipasi wanita (perempuan). Bahwa kaum perempuan selayaknya memiliki persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Ada kesetaraan gender.

Isu kesetaraan gender yang telah lama dihembuskan. Namun hingga kini, beberapa lini kehidupan belum memberi ruang yang setara kepada kaum perempuan. Persentase keterwakilan perempuan di parlemen saat ini misalnya, belum mencapai 30% sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang.

 

Perjuangan Politik

Memperjuangkan perspektif kebijakan yang mempertimbangkan aspek feminisme di antara dominasi budaya patriarki tentu tidaklah mudah. Masih ada pandangan yang menganggap feminisme sebagai gerakan yang menyangkali dan mengubah kodrat perempuan. Klaim-klaim dogmatis seperti ini perlu dipatahkan dengan perjuangan bersama kaum perempuan (sisterhood).

Semangat perubahan seperti inilah yang telah dirintis oleh R.A.Kartini tempo dulu. Bahwa perempuan harusnya bisa memiliki kedudukan yang sejajar dengan pria dan tidak dianggap rendah.

Hal persentase perempuan 30% di parlemen misalnya, perempuan tidak bisa hanya menunggu kesempatan. Upaya R.A. Kartini agar kaum perempuan bisa mengenyam pendidikan yang setara dengan kaum pria telah berhasil. Selanjutnya, apakah kaum perempuan mau memanfaatkan peluang itu untuk memantaskan (kapasitas dan kompetensi) diri, lalu mau terlibat dalam pesta demokrasi demi menjadi anggota parlemen?

Saya rasa akan lebih baik jika kaum perempuan terlibat langsung dalam pengambilan kebijakan di parlemen. Dengan begitu suara perempuan yang selama ini minor, dapat didengar langsung dan bahkan dapat menentukan nasib mereka sendiri. Dan untuk perjuangan feminisme ini, dibutuhkan keterwakilan yang cukup agar suara perempuan memiliki posisi tawar yang baik di parlemen.

Sebuah kutipan mengatakan bahwa kejahatan timbul bukan hanya akibat adanya orang jahat, tetapi juga akibat diam atau pasifnya orang baik. Oleh karena itu, orang baik (feminis) perlu terlibat aktif dalam membela dan mempertahankan nasib mereka di parlemen. Sayangnya, dalam kasus tertentu di pesta demokrasi selama ini, pelibatan perempuan sebagai calon anggota parlemen hanya sekedar memenuhi kuota perempuan yang ditentukan oleh Undang-Undang.

Kuota perempuan hanya dijadikan syarat formalitas partai peserta pemilu. Perempuan sepertinya pura-pura dicaplok namanya demi administrasi partai politik semata. Seorang teman saya mengalami hal seperti ini dalam dua kali pesta demokrasi terakhir. Bahkan diceritakan suaminya sendiri mengaku tidak mencoblos nomor urut istrinya di surat suara pemilihan calon anggota parlemen. Di titik inilah, semangat sisterhood sangat diperlukan.

 

Perjuangan Pendidikan

Saat ini kaum perempuan perlu bersyukur karena telah disahkannya Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (UU PKS) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Ini adalah hasil perjuangan panjang. Meski begitu bukan berarti perempuan telah berada di titik aman. Masih ada hal lainnya yang perlu diperjuangkan.

Satu: perlunya pendidikan politik yang proporsional bagi kaum perempuan. Pendidikan politik ini tidak semata agar perempuan bisa memantaskan diri memasuki lembaga legislatif, tetapi juga terlibat dalam gerakan (pasif/aktif) untuk memperjuangkan dan mempertahankan kesetaraan di berbagai bidang kehidupan.

Pendidikan politik bagi kaum perempuan juga akan bermanfaat untuk mematahkan mitos yang menyatakan bahwa kodrat perempuan hanya sebatas mengurusi urusan dapur dan urusan domestik lainnya. Padahal, perempuan bukanlah pembantu untuk menyelesaikan pekerjaan domestik (dalam rumah tangga). Pekerjaan domestik bukanlah kewajiban perempuan semata, itu juga kewajiban kaum pria.

Dalam ajaran Nasrani, perempuan disebut sebagai penolong bagi pria, yang sepadan dengan pria (bandingkan dengan Kejadian 2:18). Kata “sepadan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti mempunyai nilai (ukuran, arti, efek, dan sebagainya) yang sama; sebanding (dengan); seimbang (dengan); berpatutan (dengan).

Dua: perlunya pendidikan kesetaraan untuk menghadapi bias yang terkadang tidak disadari oleh pelakunya. Bias seperti ini biasanya datang dari pengalaman budaya patriark sebagaimana yang ditulis oleh Cora du Bois, seorang antropolog yang pernah meneliti masyarakat Alor sekira tahun 1930-an.

Dalam bukunya berjudul The People of Alor, Cora du Bois menulis bahwa ternyata kaum perempuan lebih bekerja keras dari pada kaum lelaki. Ia mencatat, setelah melahirkan, seorang perempuan (ibu) suku abui hanya beristirahat sekira dua minggu di rumah. Setelah itu si ibu harus bekerja di ladang, menjaga dan membesarkan anak, dan mengerjakan pekerjaan domestik. Sungguh suatu pekerjaan yang berat bagi kaum perempuan dalam tatanan budaya patriark.

Kondisi seperti catatan Cora du Bois saya kira masih terjadi hingga saat ini. Dan itu menjadi pengalaman pribadi para pendahulu yang cenderung diwariskan secara tidak sadar oleh para pelakunya. Di titik inilah pendidikan kesetaraan menjadi penting untuk melihat tanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga (misalnya) sebagai tanggung jawab bersama pria dan wanita.

Sementara itu, di dunia kerja dan jenjang karier perlu juga memahami kesetaraan gender. Semisal perlunya cuti haid dan cuti melahirkan dengan mekanisme yang mudah, sederhana, dan cepat; perlunya ruang menyusui di setiap tempat kerja dan terminal; perlunya mengakomodir perspektif perempuan dalam pengambilan kebijakan tertentu; dan lain-lain.

Masih banyak hal lain yang diperjuangkan oleh Kartini masa kini. Semoga dengan momentum hari Kartini pada 21 April 2022 ini, kaum perempuan dapat berefleksi, menjadi terdidik, lalu tetap memperjuangkan dan mempertahankan kesetaraan.



Paskah Yang Membebaskan



Oleh : Krismanto Atamou

 

Semarak Paskah baru saja dilewati. Pawai Obor, drama, fragmen, mencari telur paskah, anak-anak muda yang membakar lampu te’oek (pelita) di sisi-sisi jalan, banyak ucapan selamat paskah, semua akan berganti lagi dengan kehidupan sehari-hari lainnya.

Makna paskah telah dikumandangkan oleh pemuka agama. Bahwa paskah merupakan peristiwa penting dalam iman Kristen. Bahwa untuk hidup yang ideal, kita harus mati terhadap egoisme diri sendiri sebagaimana Kristus rela mati demi anugerah hidup kekal bagi umat-Nya. Bahwa kebangkitan Kristus adalah kemenangan atas kuasa dosa dan maut. Masih banyak renungan makna Paskah lainnya yang membuat kita tidak sekedar terlibat dalam ritual Paskah tetapi juga membangun kesadaran sikap spiritual selayaknya orang Kristen (pengikut Kristus).

 

Sang Mesias

Sebagai salah satu umat Kristen, saya tidak punya kapasitas untuk mengkhotbahkan ajaran Kristen. Namun sebagai umat, saya bisa merenungi beberapa nilai Kristiani yang disampaikan oleh pemuka-pemuka agama. Salah satunya ialah perenungan dalam bentuk puisi spiritual dalam buku berjudul Sang Mesias karya Pastor Fritz Meko.

Buku Sang Mesias ini dibedah pada 2 April 2022 lalu di hotel Cahaya Bapa kota Kupang. Saya mengikuti acara bedah buku ini lalu membelinya. Ada tiga puisi Pastor Fritz Meko dalam buku ini yang berkaitan dengan peristiwa Jumat Agung dan Paskah. Puisi berjudul Di Bukit Tengkorak, Kematian Sang Mesias, dan Kebenaran Terbukti. Ada sebuah bait menarik dari puisi berjudul Di Bukit Tengkorak:

“Sang Mesias tergantung diam

Duka dan perih menyatu dalam kesetiaan-Nya

Para prajurit memandang sinis

Mengolok dan menggugat kuasa Sang Mesias

Seorang penjahat menata rasa di balik ketulusan-Nya

Sementara yang lain menata rasa di balik keculasan.”

Dari puisi ini saya menemukan dua kata yang Pastor Fritz Meko pakai untuk mendeskripsikan kecenderungan umum sikap manusia saat menghadapi sebuah persoalan. Kedua kata itu ialah: tulus dan culas.

Dari bait puisi yang terinspirasi dari kitab Injil ini, baris yang lebih menarik bagi saya ialah “Seorang penjahat menata rasa di balik ketulusan-Nya”. Ini menarik karena yang menata rasa berdasarkan ketulusan Sang Mesias ialah seorang penjahat, bukan orang “yang lain” di baris terakhir bait puisi tadi. Siapa “yang lain” itu? Yang jelas bukan kelompok penjahat. Apakah itu berarti orang baik (bukan penjahat)? Mungkin. Lalu, mengapa demikian?

Merenungi dua baris terakhir dari bait puisi ini mengingatkan saya pada khotbah Pdt. Naek Situmorang,M.Th di channel YouTube-nya. Dalam khotbah itu disebut juga perkataan Sang Mesias dalam Matius 9: 13 yaitu “Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” Orang yang berdosa adalah orang-orang yang menjadi prioritas bagi Allah untuk diselamatkan.

 

Kasih Allah

Pada khotbah Paskah di GMIT Efrata Oelamasi, Minggu 17 April 2022, Pdt. Matheos Leonard Hendrik Kesar,S.Si-Teol menyampaikan khotbah dengan tema Tak Terpisahkan Dari Kasih Allah. Gereja Efrata Oelamasi ini merupakan tempat saya berjemaat, berada di Desa Kuimasi, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang. Pembacaan Alkitab pada khotbah Paskah di gereja ini terambil dari Lukas 24: 1-12 dan Roma 8: 38-39.

Dalam uraian khotbahnya, Pdt. Matheos menyampaikan bahwa sukacita Paskah kali ini harusnya setara dengan sukacita perayaan Natal di bulan Desember. Hal ini mengingat bahwa ada karya keselamatan yang Tuhan Allah telah lakukan bagi umat manusia. Apapun kondisi dan pergumulan umat manusia, karya keselamatan Tuhan siap dinyatakan sepanjang umat manusia mau percaya dan terus beriman pada-Nya.

Pdt. Matheos mengambil contoh kisah para murid yang sempat tidak stabil pasca penyaliban Sang Mesias. Namun setelah kebangkitan Sang Mesias, iman mereka dibebaskan dari ketidakstabilan lalu mereka berani mengabarkan injil. Bahkan Thomas, murid yang paling ragu-ragu pun akhirnya percaya. Oleh karya Tuhan, rasa takut dapat diubah menjadi keberanian dan sukacita. Umat dibebaskan dari kondisi tak berpengharapan menjadi berpengharapan akan masa depan yang lebih baik.

Ada banyak kesaksian dimana Tuhan mampu memberi kebebasan bagi umat-Nya. Salah satunya saya saksikan dari kehidupan seorang bapak anggota gereja. Ia harus cuci darah secara rutin, mengikuti rentetan pengobatan untuk setiap penyakit yang dimiliki. Untuk menangani penyakitnya, tim dokter harus mengadakan rapat demi menentukan penyakit mana yang lebih dahulu ditangani dan bagaimana pembagian kerja dari tiap-tiap dokter. Hal ini mesti dilakukan karena sang bapak tersebut divonis dokter memiliki komplikasi penyakit.

Dalam pandangan manusia, sang bapak mungkin tidak bisa tertolong lagi. Bahkan saya pernah memimpikan beliau telah meninggal dunia. Namun mimpi ini urung saya utarakan karena dapat berdampak negatif yaitu menurunkan harapan hidup sang bapak. Meski beberapa tetua mengatakan bahwa kalau mimpi orang mati artinya besok tidak hujan atau orang yang mati dalam mimpi tersebut akan berumur panjang.

Dengan dukungan BPJS, partisipasi sanak keluarga, anggota jemaat, dan dukungan doa dari pendeta Gereja Efrata Oelamasi, sang bapak tekun melakukan pengobatan di rumah sakit. Saat di rumah sakit sang bapak menyaksikan beberapa pasien di sisinya akhirnya meninggal dunia. Sang bapak terus berdoa dan berharap kepada Tuhan.

Kini kondisi sang bapak mulai membaik dan memasuki pengobatan tahap akhir. Dalam suatu kesempatan di antara para jemaat, ia bersaksi tentang pertolongan Tuhan yang nyata dan ajaib. Ia lalu menangis bahagia. Tuhan secara perlahan-lahan membebaskannya dari berbagai penyakit.

Kesaksian hidup sang bapak ini sesuai dengan pesan akhir khotbah Paskah dari Pdt. Matheos. Ia menyampaikan bahwa Kristus ada dalam setiap warna kehidupan kita. Tidak ada yang dapat memisahkan kita dari Kasih Allah. Melalui peristiwa Paskah ada Kuasa dan Karya Keselamatan Tuhan yang mampu membebaskan kita dari segala ketidakberdayaan.

Selamat menikmati dan merayakan paskah bagi seluruh umat Kristen di manapun berada. Salam.


Jumat, 08 April 2022

Membumikan Literasi





Oleh : Krismanto Atamou

 

Saat ini Duta Baca Indonesia tengah melakukan Safari Literasi ke beberapa daerah di Indonesia. Sang Duta Baca Indonesia bernama Heri Hendrayana Harris, ia akrab disapa Gol A Gong. Ia memiliki laman facebook Golagong Penulis yang saya ikuti.

Dari laman facebooknya itu beliau menuliskan berbagai kegiatan literasi selama safari ke daerah-daerah. Saat ini beliau sedang berada di NTT. Menurut Informasi yang saya dapatkan dari Badan Kearsipan dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Kupang, pada Jumat tanggal 8 April 2022 beliau akan melakukan safari literasi di Kantor Bupati Kupang, lalu dilanjutkan ke Kota Kupang.

Dalam kunjungan Sang Duta Baca Indonesia, akan dilakukan berbagai kegiatan literasi, semisal pembacaan puisi dan pelatihan menulis. Pada 5 April 2022 lalu di Kefamenanu, kegiatan safari literasi bahkan berhasil memunculkan bibit-bibit pegiat literasi. Ini ditunjukkan dengan tampilnya murid-murid SMKS Katolik Kefamenanu di podium membawakan berbagai pertunjukan literasi. Ada monolog, pidato, pembacaan puisi, dan masih banyak yang lainnya.

 

Literasi Baca-Tulis

Di Kefamenanu Gol A Gong sempat mengkritisi narasi terkait rendahnya literasi Indonesia yang sering dihembuskan oleh beberapa pihak saat ini. Menurutnya, tingkat Literasi Indonesia kini sudah membaik dibanding dengan hasil tes Programme for International Student Assessment (PISA) beberapa tahun lalu yang menunjukkan Indonesia berada di nomor dua paling bawah. Jika terus mengutip hasil PISA yang rendah tersebut, bisa membuat kita, sebagai bangsa, menjadi minder.

Oleh karena itu, Gol A Gong mendorong semua komponen pegiat literasi untuk memberikan narasi positif dan terus semangat membaca dan menulis. Salah satu bukti bahwa sudah membaiknya tingkat literasi Indonesia saat ini yaitu mulai lahirnya banyak penulis. Dalam perjalanannya di daerah perbatasan Republik Indonesia dan Republik Demokratik Timor Leste, ia mendapat dua buku yang ditulis oleh guru-guru.

Saat ini Provinsi NTT menempati tingkat ke delapan sebagai daerah yang memiliki literasi terbaik dari 34 provinsi di Indonesia. Semangat membaiknya literasi Indonesia ini perlu dipertahankan.

Di kabupaten Kupang, saat ini sudah mulai memiliki banyak penulis. Beberapa diantara penulis tersebut merupakan pegiat literasi, salah satunya ialah senior saya bernama Heronimus Bani. Ia pernah bercerita kepada saya terkait usahanya untuk menggiatkan literasi. Semisal ia pernah mengusulkan agar ada sudut baca di kantor yang dipimpin oleh seorang pejabat. Meski usulan tersebut belum ditindaklanjuti, namun sampai saat ini ia tetap menulis.

Beberapa karya buku telah lahir dari tangan dingin Heronimus Bani. Ada buku berseri yaitu Catatan Seorang Guru Daerah Terpencil, ada buku karya kolaboratif dengan sesama penulis se-NTT maupun se-Indonesia. Buku-bukunya ini sering ia bagikan dan pajang kantor-kantor-kantor yang memiliki rak-rak buku, semisal di kantor Camat Amarasi Selatan dan Kantor Klasis Amarasi Timur.

Saya mengamati di harian Victory News, sudah ada beberapa guru NTT yang menulis opini. Ada Aba Nuen dari kabupaten Timor Tengah Selatan, ada Jefrianus Kolimo dan Yonathan Wellmau dari kabupaten Sabu Raijua, ada Samu Rambunita Sandy dari SLBN Oelmasi kabupaten Kupang, ada Kamsudin Ridwan dari Flores Timur, ada Suwarni Sulaiman dari Kota Kupang, dan masih banyak lagi.

Pernah ada rekan yang mengomentari saya: “Pak cocoknya jadi guru Bahasa Indonesia, bukan guru IPA.” Saya kira pemikiran seperti ini keliru. Tidak harus menjadi guru Bahasa Indonesia baru bisa menulis. Apapun latar belakang seseorang, seyogyanya ia bisa menulis. Sebab sebagaimana membaca, menulis merupakan kompetensi literasi yang paling awal dikenal dalam sejarah peradaban manusia.

Membaca dan menulis tergolong literasi yang sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari. Coba saja mengemudi tanpa membaca rambu lalu lintas, pasti akan terjadi banyak pelanggaran. Coba saja menjadi anggota grup WA tanpa menulis untuk menanggapi sesuatu, pasti akan digolongkan sebagai sider, lalu berpeluang dikeluarkan dari grup WA.

 

Rasio Buku dan Pembacanya

Gol A Gong menyebut bahwa saat ini rasio buku dan pembacanya masih timpang, satu judul buku dibaca 90 orang anak selama setahun. Padahal menurut saran UNESCO, satu anak mestinya membaca tiga judul buku selama setahun. Jadi ada ketimpangan ketersediaan buku anak di Indonesia. Padahal untuk membangun gaya hidup berliterasi, idealnya mesti dimulai dari masa anak-anak, bahkan bila perlu saat anak masih di dalam kandungan.

Di titik inilah perlunya kerja kolaboratif untuk menjaga ketersediaan buku (anak) di negeri ini. Ini tentu menjadi pekerjaan rumah bagi pegiat literasi, terutama pengarang buku anak. Beberapa saat lalu saya mengunjungi Badan Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Kupang, ada beberapa buku anak, namun terlihat masih perlu penambahan stok buku anak.

Sabtu tanggal 2 April 2022 lalu di hotel Cahaya Bapa pada acara bedah buku Sang Mesias karya Fritz Meko, saya tidak sengaja duduk semeja dengan salah satu dosen Program Studi Sejarah FKIP Undana. Saat berbincang keluarlah ide untuk menuliskan sejarah-sejarah lokal NTT dalam bentuk buku cerita anak. Ini tentu ide menarik, sebab menurut saya, selama ini perimbangan buku bacaan cerita rakyat di Indonesia masih didominasi oleh cerita-cerita rakyat dari kawasan tertentu saja.

Masih banyak kawasan Indonesia lain yang cerita-cerita rakyatnya belum dibukukan menjadi buku cerita anak. Ini tentu peluang bagi para penulis untuk bisa menjawab kebutuhan buku anak di Indonesia.

Semoga dengan safari literasi yang dilakukan oleh Duta Baca Indonesia dapat melahirkan penulis-penulis dan pegiat-pegiat literasi yang baru. Apalagi jika didukung dengan kerja-kerja kolaboratif antara sesama penulis, antara penulis dengan pemerintah, dengan pihak swasta, dengan berbagai pihak terkait, saya yakin tingkat literasi Indonesia yang sudah membaik saat ini dapat dipertahankan seterusnya.


Attachment

Kamis, 07 April 2022

Ayo, Membaca Buku Dengan iPusnas

 


Oleh : Krismanto Atamou

Guru dan Pegiat Literasi di Kab. Kupang

 

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia telah menghadirkan aplikasi iPusnas sejak beberapa tahun lalu. Hadirnya iPusnas sangat menggembirakan bagi kemajuan dunia literasi di Indonesia. Melalui aplikasi iPusnas, pengguna dapat mengakses bahan pustaka atau buku digital secara gratis dan legal dalam jangka waktu tertentu.

Kehadiran iPusnas sangat memudahkan pengguna untuk mengakses buku-buku, terutama dalam kondisi pandemi saat ini. Saat dimana orang perlu mengindahkan protokol kesehatan dan mengurangi mobilitas untuk melawan Covid-19, saat dimana sekolah melaksanakan Belajar Dari Rumah (BDR), iPusnas hadir untuk menyediakan rak buku digital yang dapat diakses dimana saja dan kapan saja, sepanjang tersedia akses internet dan paket data.

 

Prasyarat Menggunakan iPusnas

Aplikasi iPusnas mudah diakses dari berbagai perangkat, mulai dari komputer desktop berbasis situs, notebook, tablet, atau smartphone berbasis aplikasi. Agar iPusnas dapat berjalan dengan baik maka diperlukan spesifikasi perangkat yang sesuai. Spesifikasi minimal untuk Android yang memiliki RAM 1 GB dengan ukuran layar 4 inchi. Sedangkan spesifikasi minimal untuk iPhone/ iPod yaitu dengan iOS 7.0 dan minimal menggunakan iPhone 5.

Untuk mengakses iPusnas, cukup dengan mendaftar jadi anggota secara online. Saat mendaftar, pendaftar diberi dua pilihan yaitu mendaftar menggunakan akun email atau akun facebook. Langkah selanjutnya yaitu memasukkan nama pengguna dan password, lalu klik simpan.

Pada pendaftaran menggunakan akun email, akan ada permintaan verifikasi email. Cara memverifikasi email yaitu pendaftar membuka kotak masuk email untuk melihat pesan dari admin iPusnas lalu klik link verifikasi. Setelah verifikasi, pendaftar kembali ke aplikasi iPusnas dan sudah bisa memanfaatkan layanan iPusnas.

 

Cara Menggunakan iPusnas

Dalam pelayanannya, iPusnas menyediakan beberapa fitur yang membantu pengguna. Beberapa fitur tersebut antara lain fitur inbox untuk melangsungkan percakapan antar pengguna. Caranya ialah masuk ke profil pengguna lain yang akan diajak bercakap, klik tombol percakapan yang ada di sebelah kanan atas.

Tempat penyimpanan buku di iPusnas terdapat pada library. Di library terdapat beberapa fitur seperti books category, recommended book, dan search book. Pada books category pengguna dapat mencari buku berdasarkan kategorinya. Caranya mudah yaitu dengan mengklik salah satu kategori yang ada di samping kiri. Terdapat banyak kategori buku di iPusnas, antara lain pendidikan, non fiksi remaja, biografi, novel, ilmu pengetahuan umum, dan sejarah. Koleksi buku di iPusnas ada ribuan buku dan cukup lengkap.

Buku-buku yang direkomendasikan untuk dibaca oleh pengguna terdapat pada fitur recommended book. Namun jika pengguna ingin mencari buku secara mandiri, pengguna dapat menggunakan fitur search book dengan memasukkan kata kunci dari buku yang ingin dicari. Setelah mendapatkan buku yang diinginkan, klik cover buku tersebut maka akan muncul deskripsi atau detail informasi buku, antara lain: judul buku, penulis buku, ISBN, penerbit, tanggal terbit, rating buku, sinopsis buku, besaran file buku, dan jumlah salinan buku yang tersedia untuk dipinjam.

Apabila jumlah salinan buku nol copy atau kosong, maka akan muncul tombol: antrian. Ketika menekan tombol antrian, pengguna akan dibawa menuju jendela notifikasi yang menyatakan: persediaan habis dan menanyakan kesediaan pengguna untuk menunggu di antrian. Jika pengguna setuju mengantri, maka akan muncul notifikasi bahwa telah sukses menambahkan buku tersebut ke dalam daftar antrian.

Akan tetapi, jika stok buku tersedia, maka tersedia pilihan: pinjam. Saat menekan tombol pinjam, pengguna diarahkan untuk memilih salah satu ePustaka, lalu konfirmasi peminjaman, tunggu hingga proses download buku selesai dan muncul pilihan baca. Buku yang siap dibaca tersimpan di rak atau shelf. Selain koleksi buku yang sudah dimiliki, di rak terdapat juga koleksi buku yang diinginkan, dan koleksi buku yang sudah selesai dibaca.

Pada iPusnas, buku yang terdownload hanya bisa dibaca dalam sistem iPusnas yaitu eReader dan tidak bisa dibaca dengan aplikasi lainnya. File buku yang terdownload juga tersimpan dalam aplikasi iPusnas dan tidak terpisah dari sistem iPusnas, tidak dapat ditemukan dalam manajer file android atau iPhone. Hal ini demi mencegah plagiasi atau duplikasi.

Pada eReader, terdapat fitur bookmark di sisi kanan atas, yaitu fitur untuk menandai suatu halaman pada buku. Dengan fitur ini, saat ingin lanjut membaca, pengguna dimudahkan untuk membuka kembali halaman terakhir yang sudah ditandai.

Aplikasi iPusnas dapat dipergunakan secara offline untuk membaca buku. Syaratnya  ialah pengguna sudah masuk ke dalam iPusnas saat masih menggunakan iPusnas secara online, lalu pengguna sudah mengunduh buku yang akan dibaca.

Sejak awal meminjam buku, pengguna diberi jangka waktu pinjaman minimal tiga hari. Maksimal jangka waktu pinjaman buku tergantung status pengguna pada aplikasi iPusnas. Dengan penetapan jangka waktu pinjaman, pengguna diharapkan termotivasi untuk mengejar target bacaannya.

Bagi pengguna yang ingin membagikan info detail buku lewat media sosial atau email, pengguna dapat menggunakan fitur bagikan atau share. Sebaliknya, jika ingin mengikuti atau mendapatkan informasi terbaru dari user lain, pengguna dapat memanfaatkan fitur follow. Caranya ialah masuk ke profil pengguna lain lalu klik tombol follow.

Setiap pengguna iPusnas dibagi ke dalam tiga tingkatan atau status yaitu Newbie, Bookworm, dan Socializer. Jika ingin naik tingkat, maka pengguna harus memenuhi beberapa persyaratan.  Untuk naik dari tingkat dari Newbie ke Bookworm, pengguna mesti melengkapi profil, mengirimkan lima komentar, telah mengunduh 10 buku ke rak buku, dan telah membuka atau membaca lima buah buku. Sedangkan untuk naik tingkat dari Bookworm ke Socializer, pengguna mesti mengikuti sepuluh orang, telah sepuluh kali membagikan buku, telah memberi rekomendasikan lima buah buku, dan telah mendapatkan sepuluh pengikut.

Selain menyediakan rak buku digital, iPusnas juga membangun jaringan/ komunitas sesama pembaca untuk membaca buku digital. Dengan begitu, ekosistem membaca tercipta untuk saling mendorong atau menginspirasi dalam membaca.

Ayo, Membaca Buku Dengan iPusnas.

 


 


Minggu, 03 April 2022

Guru yang Baik




Guru yang Baik

Oleh : Krismanto Atamou

 

Pendamping yang pintar, akan melahirkan manusia-manusia  yang pintar. Ini salah satu isi closing statement yang sangat menarik dari Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat pada acara pameran dan bedah buku Sang Mesias karya P. Fritz Meko, SVD. Acara ini digelar di aula hotel Cahaya Bapa pada Sabtu, 2 April 2022 lalu.

Saya tertarik dan mengikuti bedah buku ini setelah membaca Victory News, Kamis, 31 Maret 2022. Judul beritanya ialah Sang Mesias Hadir di Kupang. Mesias dalam ajaran Nasrani dikenal juga dengan sebutan Guru.

 

Guru Penggerak

Saat ini pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI tengah membuka pendaftaran guru penggerak. Pendaftarannya dibuka hingga 15 April 2022 melalui laman simpkb.id. Program guru penggerak ini seyogyanya menghasilkan guru yang dapat menggerakkan sesama rekan guru, murid, dan semua komponen pendidikan. Tujuannya tidak lain ialah untuk mencapai tujuan pendidikan Indonesia. Dan secara administratif, program guru penggerak juga menjadi salah satu syarat seorang guru bisa diorbit menjadi calon kepala sekolah.

Senada dengan program Kemendikbudristek RI, Gubernur NTT dalam closing statement di acara tadi juga menyebut bahwa Mesias adalah Guru yang Baik. Berefleksi pada buku Limitless Mind karya Jo Boaler yang beliau baca, beliau mengatakan bahwa guru tidak perlu standar tertentu saat awal menerima murid. Apapun kondisi murid, walaupun bodoh, mesti diterima, sebab murid memiliki delapan puluh enam miliar neuron di kepala yang siap dipakai untuk belajar.

Begitulah pun dalam pengalaman saya sebagai guru, anak-anak yang semula dianggap tidak mampu, ternyata bisa distimulasi untuk melampaui tujuan pembelajaran standar di sekolah. Pernah ada seorang anak yang dicap nakal oleh teman-temannya dan oleh beberapa guru. Anak ini sulit berkonsentrasi saat belajar di kelas. Saya lalu merancang pembelajaran praktikum dengan membuat roket air. Pembelajaran ini mengakomodasi anak dengan keunggulan kinestetik. Beberapa anak memang lebih mudah mencerna materi dengan bergerak atau melakukan sesuatu.

Saat melaksanakan kegiatan pembelajaran di luar kelas, ternyata anak tadi lebih aktif dibanding teman-temannya yang lain. Saya melombakan kegiatan pembelajaran roket air dengan menghadiahi kelompok pemenang. Pemenangnya ialah kelompok murid yang roket airnya berhasil meluncur ke titik terjauh.

Setelah mencoba beberapa kali, sang anak yang dicap nakal tadi berinovasi dengan tidak mengisi air dalam roket. Dia memperbaiki desain roket air lalu memompakan angin semata ke dalam roket dan menarik tuas pemicu. Roketnya berhasil meluncur ke titik yang lebih jauh. Meski kemudian di tangan anak ini roket air berubah menjadi roket angin, inisiatifnya berinovasi untuk mencapai target saya apresiasi.

Jadi sebenarnya dalam kegiatan pembelajaran, tidak ada murid yang tidak mampu. Murid hanya perlu pembimbing yang baik. Dalam buku Sang Mesias, Fritz Meko menggambarkan hal ini dengan puisi berjudul Terpilih Tanpa Kriteria, itu terjadi saat Mesias memilih kedua belas rasul. Prof. Yohanes Surya membuktikan ini dengan mengambil anak-anak dari pedalaman Papua yang dianggap terbelakang. Dalam bimbingan beliau, anak-anak Papua itu bahkan berhasil meraih juara olimpiade.

 

Belajar dari Kesalahan

Sang Mesias tetap memilih Petrus, murid yang pernah berubah setia. Dalam buku Sang Mesias, Fritz Meko menulis tentang kondisi Petrus, “Ia pergi membawa tobat di hatinya.” Setelah itu, konon sejarah mencatat nasib Petrus yang bersedia disalib terbalik demi kesetiaannya kepada Mesias.

Belajar dari kesalahan itu baik. Sebagaimana penyampaian Gubernur NTT bahwa ternyata orang yang menjawab salah, saraf otaknya lebih berkembang dari orang yang menjawab benar. Karena otaknya akan bekerja lebih keras untuk mencapai kebenaran yang belum dicapainya.

Fenomena takut salah terkadang membuat orang (murid) terlalu berhati-hati bahkan takut untuk melangkah. Sebagian besar rekan guru saya menyaksikan hal yang sama di kelas saat pembelajaran berlangsung. Setelah penyampaian materi biasanya guru bertanya: Ada pertanyaan?  Tidak ada murid yang bertanya. Lalu guru bertanya lagi: sudah jelas materinya? Murid menjawab: Sudah. Tapi ketika guru meminta murid menjelaskan suatu bagian materi, tidak ada murid yang bisa menjawab. Semuanya diam.

Menghadapi fenomena seperti ini tentu bukan perkara mudah bagi guru. Agar bisa menggerakkan murid dari kondisi seperti ini perlu metode yang berbeda. Semisal dengan metode diskusi kelompok. Membagi murid ke dalam kelompok kecil dapat membuat semua murid lebih aktif dan terlibat dalam pembelajaran, apalagi pasca pembatasan tatap muka karena Covid-19.

Saya menyaksikan di kelas, murid sangat antusias dalam berdiskusi kelompok. Ketika seorang murid melakukan kesalahan, spontan ada murid lain yang membantu. Mungkin berdiskusi menjadi salah satu cara murid memenuhi rasa haus bersosialisasi yang selama ini terkekang oleh pandemi. Setelah melakukan diskusi kelompok, murid bekerja sama mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas. Lalu mereka mempertanggungjawabkan pekerjaan kelompok tersebut dalam sesi diskusi kelas.

Masih banyak metode lain yang dapat dipakai guru agar murid lebih antusias dan belajar dari kesalahan-kesalahannya. Di titik inilah dibutuhkan guru-guru yang baik, yaitu guru yang mau menggerakkan murid mencapai tujuan pembelajaran. Guru-guru yang mau terus belajar, menjadi cerdas untuk mencerdaskan muridnya. Sebab pendamping (guru) yang pintar, akan melahirkan manusia-manusia (murid) yang pintar pula.