Jumat, 08 April 2022

Membumikan Literasi





Oleh : Krismanto Atamou

 

Saat ini Duta Baca Indonesia tengah melakukan Safari Literasi ke beberapa daerah di Indonesia. Sang Duta Baca Indonesia bernama Heri Hendrayana Harris, ia akrab disapa Gol A Gong. Ia memiliki laman facebook Golagong Penulis yang saya ikuti.

Dari laman facebooknya itu beliau menuliskan berbagai kegiatan literasi selama safari ke daerah-daerah. Saat ini beliau sedang berada di NTT. Menurut Informasi yang saya dapatkan dari Badan Kearsipan dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Kupang, pada Jumat tanggal 8 April 2022 beliau akan melakukan safari literasi di Kantor Bupati Kupang, lalu dilanjutkan ke Kota Kupang.

Dalam kunjungan Sang Duta Baca Indonesia, akan dilakukan berbagai kegiatan literasi, semisal pembacaan puisi dan pelatihan menulis. Pada 5 April 2022 lalu di Kefamenanu, kegiatan safari literasi bahkan berhasil memunculkan bibit-bibit pegiat literasi. Ini ditunjukkan dengan tampilnya murid-murid SMKS Katolik Kefamenanu di podium membawakan berbagai pertunjukan literasi. Ada monolog, pidato, pembacaan puisi, dan masih banyak yang lainnya.

 

Literasi Baca-Tulis

Di Kefamenanu Gol A Gong sempat mengkritisi narasi terkait rendahnya literasi Indonesia yang sering dihembuskan oleh beberapa pihak saat ini. Menurutnya, tingkat Literasi Indonesia kini sudah membaik dibanding dengan hasil tes Programme for International Student Assessment (PISA) beberapa tahun lalu yang menunjukkan Indonesia berada di nomor dua paling bawah. Jika terus mengutip hasil PISA yang rendah tersebut, bisa membuat kita, sebagai bangsa, menjadi minder.

Oleh karena itu, Gol A Gong mendorong semua komponen pegiat literasi untuk memberikan narasi positif dan terus semangat membaca dan menulis. Salah satu bukti bahwa sudah membaiknya tingkat literasi Indonesia saat ini yaitu mulai lahirnya banyak penulis. Dalam perjalanannya di daerah perbatasan Republik Indonesia dan Republik Demokratik Timor Leste, ia mendapat dua buku yang ditulis oleh guru-guru.

Saat ini Provinsi NTT menempati tingkat ke delapan sebagai daerah yang memiliki literasi terbaik dari 34 provinsi di Indonesia. Semangat membaiknya literasi Indonesia ini perlu dipertahankan.

Di kabupaten Kupang, saat ini sudah mulai memiliki banyak penulis. Beberapa diantara penulis tersebut merupakan pegiat literasi, salah satunya ialah senior saya bernama Heronimus Bani. Ia pernah bercerita kepada saya terkait usahanya untuk menggiatkan literasi. Semisal ia pernah mengusulkan agar ada sudut baca di kantor yang dipimpin oleh seorang pejabat. Meski usulan tersebut belum ditindaklanjuti, namun sampai saat ini ia tetap menulis.

Beberapa karya buku telah lahir dari tangan dingin Heronimus Bani. Ada buku berseri yaitu Catatan Seorang Guru Daerah Terpencil, ada buku karya kolaboratif dengan sesama penulis se-NTT maupun se-Indonesia. Buku-bukunya ini sering ia bagikan dan pajang kantor-kantor-kantor yang memiliki rak-rak buku, semisal di kantor Camat Amarasi Selatan dan Kantor Klasis Amarasi Timur.

Saya mengamati di harian Victory News, sudah ada beberapa guru NTT yang menulis opini. Ada Aba Nuen dari kabupaten Timor Tengah Selatan, ada Jefrianus Kolimo dan Yonathan Wellmau dari kabupaten Sabu Raijua, ada Samu Rambunita Sandy dari SLBN Oelmasi kabupaten Kupang, ada Kamsudin Ridwan dari Flores Timur, ada Suwarni Sulaiman dari Kota Kupang, dan masih banyak lagi.

Pernah ada rekan yang mengomentari saya: “Pak cocoknya jadi guru Bahasa Indonesia, bukan guru IPA.” Saya kira pemikiran seperti ini keliru. Tidak harus menjadi guru Bahasa Indonesia baru bisa menulis. Apapun latar belakang seseorang, seyogyanya ia bisa menulis. Sebab sebagaimana membaca, menulis merupakan kompetensi literasi yang paling awal dikenal dalam sejarah peradaban manusia.

Membaca dan menulis tergolong literasi yang sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari. Coba saja mengemudi tanpa membaca rambu lalu lintas, pasti akan terjadi banyak pelanggaran. Coba saja menjadi anggota grup WA tanpa menulis untuk menanggapi sesuatu, pasti akan digolongkan sebagai sider, lalu berpeluang dikeluarkan dari grup WA.

 

Rasio Buku dan Pembacanya

Gol A Gong menyebut bahwa saat ini rasio buku dan pembacanya masih timpang, satu judul buku dibaca 90 orang anak selama setahun. Padahal menurut saran UNESCO, satu anak mestinya membaca tiga judul buku selama setahun. Jadi ada ketimpangan ketersediaan buku anak di Indonesia. Padahal untuk membangun gaya hidup berliterasi, idealnya mesti dimulai dari masa anak-anak, bahkan bila perlu saat anak masih di dalam kandungan.

Di titik inilah perlunya kerja kolaboratif untuk menjaga ketersediaan buku (anak) di negeri ini. Ini tentu menjadi pekerjaan rumah bagi pegiat literasi, terutama pengarang buku anak. Beberapa saat lalu saya mengunjungi Badan Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Kupang, ada beberapa buku anak, namun terlihat masih perlu penambahan stok buku anak.

Sabtu tanggal 2 April 2022 lalu di hotel Cahaya Bapa pada acara bedah buku Sang Mesias karya Fritz Meko, saya tidak sengaja duduk semeja dengan salah satu dosen Program Studi Sejarah FKIP Undana. Saat berbincang keluarlah ide untuk menuliskan sejarah-sejarah lokal NTT dalam bentuk buku cerita anak. Ini tentu ide menarik, sebab menurut saya, selama ini perimbangan buku bacaan cerita rakyat di Indonesia masih didominasi oleh cerita-cerita rakyat dari kawasan tertentu saja.

Masih banyak kawasan Indonesia lain yang cerita-cerita rakyatnya belum dibukukan menjadi buku cerita anak. Ini tentu peluang bagi para penulis untuk bisa menjawab kebutuhan buku anak di Indonesia.

Semoga dengan safari literasi yang dilakukan oleh Duta Baca Indonesia dapat melahirkan penulis-penulis dan pegiat-pegiat literasi yang baru. Apalagi jika didukung dengan kerja-kerja kolaboratif antara sesama penulis, antara penulis dengan pemerintah, dengan pihak swasta, dengan berbagai pihak terkait, saya yakin tingkat literasi Indonesia yang sudah membaik saat ini dapat dipertahankan seterusnya.


Attachment

Tidak ada komentar: