Senin, 13 Desember 2021

Potensi Pariwisata Situs Purbakala



(Catatan Perjalanan ke Situs Yoi Bileni-Alor)
Oleh : Krismanto Atamou
 
Meski berasal dari zaman lampau, situs purbakala bukanlah tempat yang usang dan tidak menarik. Justru karena kepurbakalaannya itulah, situs purbakala dapat menjadi semacam dokumen, laboratorium, dan sumber ilmu sejarah.  
Situs purbakala dapat menjadi tempat pariwisata sejarah yang menarik. Di NTT, hal ini senada dengan gebrakan Gubernur NTT yang menjadikan pariwisata sebagai penggerak utama pembangunan. Dugaan saya, saat ini masih banyak situs-situs purbakala yang terlupakan. Salah satunya situs purbakala Yoi Bileni yang belum banyak diketahui publik.
Untuk itu, kali ini saya ingin menyampaikan catatan perjalanan ke ceruk Yoi Bileni. Situs ini berupa ceruk atau gua bergambar hasil karya manusia zaman dahulu. Sudah dua kali saya ke tempat ini.  
Nama Yoi Bileni berasal dari kata ‘yoi’ dalam bahasa Abui-Alor artinya gua dan ‘bileni’ artinya tulisan atau gambar. Jadi Yoi Bileni diartikan gua bergambar. Situs ini berada di Desa Fanating yang berbatasan dengan Desa Welai Selatan dan wilayah Kecamatan Mataru, Kabupaten Alor.
Kunjungan saya pertama kali ke situs ini bermula sekira dua puluh tahun lalu. Saat itu sedang liburan sekolah dan saya pergi mengunjungi kakek-nenek yang tinggal di kampung lama Desa Fanating. Kampung lama ini dicapai dengan tiga jam berjalan kaki dari pusat desa melewati hutan, kali, gunung, dan lembah. Di kampung lama, kakek saya yaitu Paulus Jenmakani menceritakan adanya situs ini, dan sejarah yang melatarinya.
Penasaran dengan cerita kakek, saya bertekad mengajak salah satu kerabat bernama Endi Atakari. Sebagai pemburu yang sering berkeliaran di hutan, Endi tahu seluk beluk medan perjalanan ke Yoi Bileni. Ia berdomisili di Mainang. Setelah menyiapkan bekal, kami berangkat.  
Sebagian besar perjalanan menelusuri hutan sabana. Dengan berjalan kaki dari Mainang, kami menuju ke arah barat. Ada jalan mendaki gunung sekira 200 meter. Sisanya perjalanan menyusuri punggung gunung dan lereng dengan trayek melandai. Karena sulitnya medan, kami menempuh perjalanan sekira dua jam lamanya.  
Saat ini sudah ada jalan perkerasan tanah dari dana desa. Meski tidak langsung sampai ke lokasi, jalan perkerasan tanah ini sudah mencapai sebagian perjalanan ke sana. Oleh karena itu, saat ini kendaraan bermotor dapat dipakai sampai ke ujung jalan perkerasan tanah ini.
Sesampainya di ceruk Yoi Bileni, kelihatanlah mulut ceruk dengan tinggi sekira empat meter dan lebar sekira tujuh meter. Dalamnya sekira empat meter. Dengan kondisi seperti ini maka ceruk ini sangat aman untuk berteduh. Para pemburu hewan liar terkadang datang ke sini untuk berteduh atau menginap di malam hari.  
Di dinding ceruk Yoi Bileni, hampir empat puluh persen dipenuhi gambar-gambar pahatan tangan dari manusia zaman dahulu. Menurut Endi, nama pemahatnya ialah Padakari. Ada corak berbentuk rasi bintang dengan latar belakang diarsir hitam. Entah bagaimana Padakari melakukannya. Ada corak reptil, ikan, manusia, mata, bulan, dan masih banyak lagi.  
Sayangnya beberapa pengunjung ceruk Yoi Bileni melakukan vandalisme. Mereka membuat api di bawah ceruk yang mengakibatkan batu dinding ceruk memuai lalu terbelah dan jatuh ke tanah. Ada tumpukan sisa-sisa kayu bakar di lokasi. Sebagian batu yang jatuh itu berisi gambar karya Padakari. Ada juga pengunjung yang membuat torehan baru di dinding batu tersebut, menulis nama menggunakan arang, dan merusak gambar-gambar asli. Jika hal ini dibiarkan, lama-kelamaan situs ini bisa sirna.
Saking terpencilnya tempat situs ini dan jarang diceritakan di kalangan masyarakat, hanya sedikit orang yang mengetahuinya. Bahkan sepupu saya yang lahir dan besar di Desa Fanating pun belum tahu hingga saya mengajaknya ke Yoi Bileni beberapa tahun lalu. Itulah kunjungan kedua saya. Pada kunjungan kedua ini saya membuat dokumentasi video dan foto. Video tersebut dapat ditonton di YouTube dengan mengetik kata pencarian ‘Yoi Bileni’.
Demi melestarikan tempat ini, saya menghubungi beberapa orang tua dan tokoh masyarakat. Dari mereka, saya menemukan beberapa versi cerita sejarah dibalik keberadaan Yoi Bileni. Saya juga menghubungi bagian purbakala pada Museum NTT. Di situ saya mendapat prosedur untuk mendaftarkan situs ini. Prosedurnya, pengusul ialah warga atau pemerintah setempat dengan melampirkan deskripsi dan dokumentasi ceruk Yoi Bileni.  
Sampai saat ini, ceruk Yoi Bileni belum terdaftar di bagian purbakala Dinas Kebudayaan NTT. Hal ini dapat dimaklumi mengingat bahwa warga yang mengetahuinya menganggap biasa dan mungkin tidak bernilai untuk dikelola sebagai tempat wisata. Ibarat permata, Yoi Bileni belum disepuh dan dikemas dengan baik dan menarik.
Selain sebagai situs pariwisata,  situs-situs purbakala seperti ceruk Yoi Bileni memiliki banyak potensi lain. Ada cerita rakyat yang merupakan kekayaan budaya Indonesia. Ada nilai-nilai dari leluhur peradaban bangsa. Sebagaimana corak yang terdapat pada dinding ceruk Yoi Bileni. Itu menunjukkan bahwa ternyata leluhur kita telah memiliki nilai estetika melalui karya seni lukis atau pahatan.  
Jika situs ceruk Yoi Bileni diteliti lebih jauh, semisal melalui penggalian oleh arkeolog (seperti di Gua Nuat Bkau-Kabupaten Kupang), bukan tidak mungkin akan ditemukan benda-benda peninggalan lainnya. Dan jika dikemas dengan menarik, bukan tidak mungkin situs ini kelak menjadi destinasi pariwisata pendidikan dan budaya yang terkenal. Semoga.


Selasa, 07 Desember 2021

Usaha Baru

Usaha Baru
Oleh : Krismanto Atamou
Guru di Kabupaten Kupang
 
 


 

Suatu saat saya dan beberapa teman sedang sok sibuk membahas perkara-perkara besar bangsa. Tiba-tiba Ande, seorang teman, menyela: “Dari pada kalian bicara oknum pejabat ‘makan uang’ dan kita ‘makan angin’, lebih baik kalian kasi masukan supaya saya bisa buka bisnis kios di depan rumah.”
Saking besarnya perhatian kami terhadap topik yang sedang dibahas, selaan Ande kami anggap kecil dan ingin mengabaikannya. Lalu sekali lagi ia menyela: “Hari-hari kalian duduk bicara jaringan korupsi dan konflik kepentingan antara oknum pejabat. Kamu dapat apa? Jatuh-jatuhnya gibah dan menambah dosa. Habis bicara, perut lapar, dan tidak berguna. Lebih baik kalian bantu saya dengan ide bagus agar kios saya nantinya tidak maju-mundur atau hanya panas-panas tahi ayam.”
Saking jengkel karena ucapan Ande akan mengganti topik pembicaraan, saya segera mengajukan pertanyaan nakal. Apa kamu yakin bisa memutuskan aliran uang ke kios yang sudah lebih dahulu besar di sebelah sana? Apa kamu bisa bersaing dengan mereka? Ingat bahwa mereka sudah lebih dahulu. Mereka telah memiliki bekingan jaringan perdagangan besar. Modal mereka sudah banyak. Kalau kamu perang harga, kamu tidak akan mampu besaing.
Sebelum Ande menjawab, saya sudah lebih dahulu mengambil kesimpulan negatif. Hal ini mirip orang baru membaca judul berita online lalu terburu-buru memvonis orang lain tanpa cek dan ricek. “Saya tidak mau menyerah sebelum mencoba. Bukankah rezeki itu, Tuhan yang atur?” jawab Ande singkat. Mendengar itu, saya tidak bisa berkata-kata lagi dan hanya mengacungkan jempol tangan kanan padanya. Mantap.  
Sebelumnya, ada beberapa usaha sampingan yang Ande geluti, semisal bertani dan beternak. Namun seiring waktu ia menyadari ada peluang usaha baru yang lebih menjanjikan. Wilayah sekitar tempat tinggalnya belum memiliki kios sembako. Selama ini jika ingin berbelanja, para tetangganya mesti pergi ke wilayah desa lain. Ini peluang.
Perlahan-lahan Ande mengumpulkan modal dari bertani dan beternak untuk membuka kiosnya. Bangunan kios ia dapatkan sebagai warisan orang tua.  Etalase ia buat sendiri memanfaatkan material seadanya. Setelah etalase siap, ia kembali mengumpulkan modal untuk mengisi kios dengan barang dagangan yang didominasi oleh sembako.
Paulo Coelho dalam novelnya berjudul “The Alchemist” menulis: saat kamu menginginkan sesuatu, seluruh alam semesta akan bersatu membantumu meraihnya. Demikianlah yang dialami Ande. Saat pusing memikirkan penambahan modal untuk mencukupi volume dan item barang kios sesuai permintaan pasar, datanglah berita baik. Pihak pemerintah Kecamatan Amabi Oefeto Timur sedang mencari pelaku usaha untuk diberikan pinjaman penambahan modal usaha. Pinjaman ini pengembaliannya dicicil tiap bulan dengan bunga kecil.  
Tidak menyianyiakan kesempatan, Ande mengajukan pinjaman dan disetujui. Saat ini setiap bulan Ande mencicil dan bertekad untuk melunasi pinjaman lebih cepat atau sebelum jatuh tempo. Untuk itu, Ande selalu menyisihkan keuntungan kios setiap minggu demi melunasi pinjaman.
Ande berharap, setelah uang panas dari pinjaman ini lunas, ia ingin mengembangkan usahanya. Untuk itulah setiap sempat, ia selalu meminta ide atau saran yang dari sahabat dan kenalan. Ada beberapa usul seperti menambah ukuran kios dan menambah volume barang dagangan. Ada juga saran untuk menambah jenis usaha baru, seperti membuka jasa tambal ban, menyediakan paket WiFi, membuka warung kopi lengkap dengan penganannya.
Semua ide ini, dalam bayangan Ande adalah seperti iklan surga. Ide yang terlalu bagus untuk menjadi kenyataan. Ada sedikit keraguan Ande jika semua ide indah tersebut hanya akan tetap menjadi mimpi semata.  
Meski sulit rasanya merealisasikan semua ide pengembangan usahanya itu, Ande tidak menyerah. Ia mengingat kembali bagaimana awal merintis kiosnya. Ada banyak bahasa miring alias bully-an yang ia dapatkan. Tak patah arang Ande terus berupaya mengabaikan setiap pengaruh negatif tersebut, termasuk berupaya melawan keraguan dalam dirinya. Sebaliknya, ia membuka diri bagi energi positif dari orang-orang yang mendukung dan menyemangatinya.
***
Dalam dunia wirausaha, beberapa orang mundur ketika sudah dekat dengan keberhasilan. Ada orang yang terus mencoba di jalan yang salah hingga akhirnya menyerah dan kembali ke zona nyaman. Ada orang yang terus mencoba hingga mendapatkan formula tepat dan pantang menyerah.  
Begitulah kondisi dunia usaha. Ada cerita sukses, namun ada pula cerita kegagalan. Lebih miris ialah ketika pengusaha pemula sudah menyerah sejak awal, bahkan sebelum ide kewirausahaan tersebut dijalankan. Berbagai pikiran negatif lebih mendominasi isi kepala hingga membesarkan keraguan dan ketakutan untuk melangkah. Ini sejenis sindrom bagi pelaku usaha baru.
Seorang pengusaha pernah berkata: jika angka 10 itu adalah level tertinggi kesuksesan seorang pengusaha, untuk mencapainya tidaklah mudah. Ada tantangannya. Dalam perjuangan selalu ada naik-turun. Turunnya bisa sampai nol, lalu naik lagi jika tidak menyerah.  
Tantangan inilah yang sedang dilewati oleh Ande. Ia berhasil membuka sebuah kios di depan rumahnya. Kios yang berada di bilangan Desa Pathau, Kecamatan Amabi Oefeto Timur, Kabupaten Kupang itu diberi nama Kios Usaha Baru.
Penghasilan dari “Usaha Baru” Ande ini cukup untuk menutup kurangnya penghasilan sebagai guru honorer. Sebab kalau tidak, bagaimana bisa memenuhi tuntutan biaya hidup sehari-hari yang terus meningkat? Sudah menjadi rahasia umum: rata-rata gaji guru honorer di pedalaman sangat memprihatinkan. Alih-alih mengeluh dan terus menuntut pemerintah yang lagi pusing mengatasi pagebluk corona, Ande memutuskan untuk mencari tambahan penghasilan dengan membuka “Usaha Baru”.
“Kan, Ande bisa ikut tes Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)? Kalau dia lulus, lumayan bisa dapat penghasilan setara Upah Minimum Regional (UMR).” Mungkin bisa begitu sanggahan para pembaca. Jawabannya: Ia, dia sudah ikut dua kali dan tidak lulus.  
Entah bagaimana nanti nasib dia dan semua honorer lain yang tidak lulus. Intinya, Ande sekarang sedang membangun “Usaha Baru”. Urusan nasib mereka ke depan, Ande serahkan kepada pemerintah dan anggota dewan yang telah ia beri amanat.