Sabtu, 20 Maret 2021

Asa Guru Honorer Melalui PPPK

Krismanto Atamou
Guru dan Pemerhati Pendidikan

Sudah lama guru honorer memperjuangkan hak mereka. Ada yang melalui jalur mandiri, ada pula melakukan gerakan organisasi massa semisal GTKHNK35+. Suara mereka yang dititipkan melalui wakil-wakil rakyat untuk diperjuangkan di Senayan, hingga kini mulai menemui titik terang. Meski begitu, mereka tak pernah berhenti bersuara, sebagaimana yang dilakukan oleh Ofni Neparasi, guru honorer di SMAN 1 Amarasi (Victory News, Kamis 18 Maret 2021).

 Beberapa aturan pemerintah sebelumnya memang menghadang langkah juang guru honorer dalam memperjuangkan kesejahteraannya. Semisal aturan menyangkut batasan umur untuk direkrut menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu maksimal usia 35 tahun saat melamar, lihat PP No. 11 tahun 2017 pasal 23 ayat 1a.

Melihat permasalahan ini, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 49/ 2018 untuk menjamin nasib honorer melalui skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Skema ini oleh pemerintah dinilai sebagai jalan tengah diantara tuntutan guru honorer untuk menjadi PNS dan UU RI No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Berita tentang skema PPPK ini diharapkan menjawab harapan guru honorer, terutama yang sudah tua sekali dalam pengabdiannya.

Sebelum adanya rasionalisasi jam mengajar guru melalui Permendikbud No.15/ 2018, jumlah guru honorer di sekolahan tidak terkontrol jumlah dan spesifikasinya. Ini terjadi karena sistem perekrutan guru honorer berlangsung tanpa standar atau prosedur yang jelas. Kepala sekolah, dinas pendidikan, komite sekolah, atau ‘orang kuat’ tertentu dengan mudahnya memasukkan seseorang ke sekolah untuk menjadi guru honorer. Seseorang bisa menjadi guru honorer di sekolah sepanjang ada lowongan, memiliki koneksi orang dalam, atau anak ‘penguasa’ wilayah tempat sekolah berada.

Lowongan guru honorer di daerah pedalaman lebih terbuka lebar mengingat para PNS yang ditempatkan di daerah pedalaman (termasuk Guru Garis Depan dari program Kemdikbud semasa Mendikbud Anis Baswedan), cenderung tidak bisa bertahan lama lalu mengurus mutasi ke daerah sekitar kota atau ke daerah asal mereka. Alhasil sekolah-sekolah di pedalaman terpaksa merekrut guru honorer yang ‘tahan banting’ untuk mengisi kekurangan tenaga guru. Buka saja Data Pokok Pendidikan (DAPODIK) Dikdasmen KEMDIKBUD, ada banyak penumpukan guru PNS di kota dibanding di desa atau daerah pedalaman.

Ironisnya, meski telah lama dihargai dengan penghasilan yang tak wajar, jauh dari kata cukup, guru honorer tetap setia mengabdi dengan harapan kelak nasib mereka akan diperhatikan pemerintah. Harapan ini sangat wajar mengingat peran penting mereka yang menentukan masa depan bangsa dan negara Indonesia melalui pendidikan dan pengajaran di ruang-ruang kelas.

Perihal skema PPPK ini, seminggu belakangan pemerintah melalui Kemdikbud telah melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan anggota DPR RI Komisi X sebagai tindak lanjut dari pengumuman rencana seleksi guru PPPK pada November 2020 lalu. Pembukaan seleksi ini berdasarkan analisis kebutuhan tenaga guru melalui data DAPODIK yang mencapai satu juta guru.

Pemerintah berencana mengadakan ujian seleksi PPPK pada bulan Agustus, Oktober, dan Desember 2021. Formasi kapasitas yang diusulkan Kemdikbud tidak main-main yaitu mencapai maksimum satu juta tenaga guru berdasarkan pertimbangan analisis kebutuhan tadi. Untuk membayar gaji tenaga PPPK yang lolos seleksi nantinya, pemerintah akan menyiapkan dana alokasi umum (DAU), hal yang sebelumnya dibebankan kepada APBD.

Dalam rapat dengar pendapat itu, Mendikbud Nadiem A. Makarim menyampaikan beberapa poin kebijakan afirmatif antara lain; guru agama, seni, dan olahraga bisa ikut seleksi PPPK, guru umur 40 tahun mendapat bonus poin passing grade 75 (15%) pada soal teknis, guru honorer di sekolah negeri akan menjadi prioritas seleksi PPPK 2021, guru yang telah memiliki sertifikat pendidik (bersertifikasi) akan mendapat nilai 100% untuk bidang teknis (soal profesional).

Bagi guru honorer di atas 40 tahun, item bonus passing grade pada soal teknis di atas cukup membantu. Betapa tidak, pengalaman mereka selama pengabdian juga adalah suatu proxy dari mutu guru.

Di bulan Maret 2021 ini, pemerintah menargetkan untuk menyusun formasi final dari Kemenpan RB, melakukan sinkronisasi formasi oleh BKN, dan melakukan validasi data formasi PPPK yang akan dilakukan oleh Pemda dan Kemdikbud. Hingga kini, berdasarkan usulan dari pemerintah daerah, sudah ada 513 ribu formasi PPPK bagi guru honorer. Jumlah ini baru setengah dari analisa kebutuhan guru di Indonesia oleh Kemdikbud. Ternyata masih ada pemerintah daerah yang belum maksimal mengusulkan formasi PPPK sesuai analisis kebutuhan tenaga guru di daerah.

Sebagai wujud dukungan kepada peserta tes PPPK agar bisa lulus tes, Kemdikbud telah menyediakan materi untuk persiapan pembelajaran tes PPPK secara online melalui situs guru belajar. Per 19 Maret 2021 jumlah peserta yang melakukan pembelajaran mandiri calon guru ASN PPPK mencapai 406.558 orang (gurubelajardanberbagi.kemdikbud.go.id). Ini menunjukkan kehausan belajar guru yang tinggi demi mengikuti seleksi massal perekrutan tenaga PPPK.

Dari skema PPPK yang terus diperbaiki sistemnya, kelihatan sekali niat pemerintah untuk menyelesaikan masalah guru honorer yang sudah terkatung-katung sekian lama. Diharapkan kelak, sistem perekrutan tenaga guru di sekolah lebih tegas, teratur, dan terukur agar tak ada lagi status guru honorer di sekolah.

Meski skema PPPK menjadi angin segar bagi guru honorer, namun penulis melihat keberlangsungan nasib guru honorer yang lolos PPPK nantinya tak dapat dimungkiri akan tergantung juga pada kondisi politik dan kinerja pemerintah daerah. PP No. 49/2018 Pasal 37 ayat 1 dan 2 menyebutkan bahwa masa hubungan perjanjian kerja tenaga PPPK minimal satu tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan penilaian kinerja melalui persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).

Untuk itu, tentu kita berharap yang terbaik. Guru honorer yang kelak menjadi PPPK dapat menjaga netralitasnya sebagai ASN. Sedangkan PPK yang notabene merupakan produk politik di daerah dapat menjalankan tanggung jawabnya sesuai amanat peraturan dan UU yang berlaku, terbebas dari politik SARA dan polarisasi politik semasa kampanye.

1 komentar:

Teddy mengatakan...

Kabar baik!!!

Nama saya teddy dan saya dari Jawa Tengah Indonesia dan alamat saya KP. KADU RT 10 RW 04 KEL SUKAMULYA KEC CIKUPA KAB TANGERANG BANTEN, Saya baru saja menerima pinjaman Rp 3 Miliar (Small Business Admintration (SBA) dari Perusahaan Pinjaman Dangote setelah membaca artikel dari Lady Jane Alice (ladyjanealice@gmail.com) dan Mahammad Ismali (mahammadismali234@gmail.com) tentang cara mendapatkan
pinjaman dari Perusahaan Pinjaman Dangote dengan tingkat bunga 2% tanpa lisensi atau biaya gurantor, saya baru saja melamar melalui email dan ikhlas selama prosesnya, awalnya saya takut mengira itu seperti penipuan perusahaan peminjaman sebelumnya, tetapi yang mengejutkan saya ini nyata bahwa saya juga berjanji akan memberi tahu lebih banyak orang, percayalah itu nyata 100%, pelamar lain dari negara lain juga dapat bersaksi.

Email Perusahaan Pinjaman Dangote Melalui email: Dangotegrouploandepartment@gmail.com

Email saya: teddydouble334@yahoo.com