Rabu, 02 September 2020

Diskusi Perihal KKM

Tiba-tiba saya terbangun dari mimpi sebelum membahas sebuah topik menarik yang saya ajukan pada forum diskusi bersama orang-orang luar biasa di NKRI ini. Ada Pak Lody Paat dan Mbak Nana.


Sebelum memori mimpi menguap, saya patrikan dalam tulisan ini. Ini pertama kalinya saya bermimpi untuk diskusi tentang pendidikan. Pernah dulu bermimpi diskusi singkat dengan Pak Jokowi tentang pembangunan di sebuah titik kota Kupang.

Dalam mimpi kali ini, setelah tuntas membahas sebuah topik pendidikan lain yang pematerinya ialah Pak Lody Paat dan Mbak Nana sebagai moderator, saya mengacungkan tangan untuk bertanya. Mbak Nana memberi kesempatan. Lalu saya mulai bicara.

"Terimakasih untuk kesempatan ini. Topik ini sudah pernah saya diskusikan bersama senior saya Pak Beny Mauko  beberapa saat lalu. Ini menyangkut kualitas pendidikan di Indonesia.

"Setelah keberhasilan menghapus ujian Nasional sebagai standar dan ketentuan kelulusan peserta didik, hal berikut yang mesti juga dibenahi ialah KKM. Bagi saya KKM adalah salah satu batu sandungan pendidikan di Indonesia.

"Mirip dengan UN yang tidak memandang keunikan dan kekhasan individu peserta didik, KKM juga demikian. KKM dan UN adalah bentuk pendidikan pukul rata (dengan dalil adil). Ibarat kata, kita memakai satu obat ampuh untuk semua jenis penyakit. Nonsens.

"Setiap individu peserta didik berbeda satu sama lain. Mulai dari identitas, preferensi, asumsi, dan lain-lain, berbeda. Pendidikan mesti menyentuh sampai ke area (dan pertimbangan) itu.

"Saking berbedanya, perbedaan itu tidak bisa  ditarik-tarik kesamaannya untuk diberi pendekatan/ strategi/ metode pendidikan yang sama untuk semua individu peserta didik. Saya beri satu contoh.

"Peserta didik yang memiliki keunggulan visual (spasial) dan tidak unggul dalam aspek kinestetik, tidak bisa dituntut memiliki capaian ketuntasan bagus (tinggi) dalam aspek kinestetik. Begitu pula sebaliknya.

"Kita tidak bisa menyamaratakan semua peserta didik. Kita tidak bisa mem-profil-kan semua orang menurut profil kita. Kata Ibu Dosen saya, Ibu Andam Ardan : jangan ukur semua orang menurut ukuran kita. Ukuran baju kita tentu berbeda dengan ukuran baju orang lain.

"Selama ini yang terjadi ialah KKM hanya menyentuh sampai ke level kelas, meski dalam perhitungannya menyentuh daya serap setiap peserta didik namun kemudian hanya diambil rerata nilai KKM kelas sebagai standar acuan pencapaian."

Itu isi aduan saya pada forum diskusi dalam mimpi malam ini. Terlihat Pak Lody Paat telah siap-siap akan menjawab, Mbak Nana sedang mencatat inti pertanyaan, lalu saya sadar dan bangun dari tidur.

Ah, seandainya mimpi berlanjut dan saya mendapatkan tanggapan dari pemateri Pak Lody Paat, juga forum diskusi. Tentu ada banyak pencerahan yang saya dapatkan.

Dihubungkan dengan slogan merdeka belajar, dengan pola KKM yang terjadi sekarang, saya bisa menilai bahwa individu peserta didik tidak akan mengalami merdeka belajar sepenuhnya. Sistem penilaian kurikulum dengan keberadaan KKM membuat guru berorientasi pada ketuntasan kelas dan (cenderung) mengabaikan ketuntasan individu.

Mohon tanggapan dan pencerahannya teman-teman. Abaikan mimpinya dan tanggapi substansi menyangkut KKM mengabaikan pencapaian individu peserta didik dalam proses pendidikan.

Sila.

1 komentar:

Rossi Dwi febrianto mengatakan...

terima kasih Pak.KKM Bp/Ibu bisa jadi bahan untuk PTK,sebagai evaluasi dan progres manajemen sekolah yang lebih baik.🤗🤗🙏🙏