Kamis, 28 Juli 2022

Harga Komodo sebagai Keajaiban Dunia


Oleh: Krismanto Atamou

 



“Komodo sebagai salah satu keajaiban dunia kok dihargai murah?” Pertanyaan satir ini dilontarkan seorang pemandu wisata lokal asal Labuan Bajo. Ia mengatakan itu pada tim dari nusaku.id milik PT. Telkom Indonesia pada tahun 2018 lalu.

Kala itu tim nusaku.id menyelenggarakan lomba menulis ulasan tempat wisata alternatif di website nusaku.id. Saya ikut lomba dan menang. Hadiahnya ialah paket perjalanan wisata ke Labuan Bajo dan Wae Rebo selama seminggu. Di Labuan Bajo Tim dari nusaku.id sempat mensosialisasikan aplikasi nusaku.id kepada sebagian pemandu wisata lokal asal Labuan Bajo. Saya pun ikut.

Melalui aplikasi itu, pemandu lokal bisa merancang paket perjalanan wisata dengan rute dan biaya yang bisa mereka tentukan sendiri. Juga pemandu lokal bisa menentukan jumlah peserta perjalanan. Aplikasi nusaku.id hanya akan menarik sekira 5% dari akumulasi biaya perjalanan itu. Besaran penarikan itu ditentukan bersama pemandu lokal di Labuan Bajo. Sayangnya, aplikasi nusaku.id kini telah ditutup.

 Saat membahas tentang biaya aplikasi nusaku.id itulah, pertanyaan di awal tadi terlontar dari seorang perempuan pemandu wisata. Ia juga mengeluhkan beberapa agen yang membanting harga layanan wisata sehingga marjin keuntungan semakin tipis. Begitu juga pendapatan pemandu wisata ikut turun.

Begitulah ketika harga tiket masuk kawasan wisata kini pemerintah tetapkan naik, dan bagi sebagian pihak disebut mahal, ada asa yang terjawab dari beberapa pelaku pariwisata. Pasalnya, menurut Kepala Dinas Pariwisata Nusa Tenggara Timur (NTT), Dr. Zet Soni Libing, biaya masuk Taman Nasional Komodo (TNK) sebesar Rp.3.750.000,- per orang per tahun (jadi tidak hanya untuk sekali datang per tahun) itu, salah satunya juga dimanfaatkan untuk pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia para pelaku pariwisata (merdeka.com, 4/7/2022).

 

Konservasi Komodo

Senada dengan Dr. Zet Soni Libing, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno juga menjelaskan: penerapan kenaikan biaya masuk ke pulau Komodo dan Pulau Padar adalah berkaitan dengan upaya konservasi komodo. Bagaimanapun, upaya konservasi sangat penting untuk menjaga kelestarian habitat dan populasi komodo di TNK.

Upaya konservasi komodo sebenarnya telah lama dilakukan. Sultani di kompas.id menulis bahwa upaya untuk melindungi komodo telah dilakukan sejak tahun 1915 oleh Sultan Bima. Upaya yang sama kemudian dilakukan oleh Residen Manggarai, Residen Flores, Residen Timor. Selanjutnya pada tahun 1938, pemerintah kolonial Belanda menjadikan Pulau Rinca dan Pulau Padar yang berada di sekitar Pulau Komodo sebagai bagian dari kawasan suaka satwa.

Berbagai upaya perlindungan terhadap komodo ini dilakukan dalam rangka menghentikan ekspedisi perburuan komodo. Hingga tahun 1960, akhirnya ekspedisi perburuan komodo hampir tidak dilakukan lagi. Demikianlah hingga 6 Maret 1980 didirikan Taman Nasional Komodo untuk melindungi komodo, juga habitatnya.

Sewaktu saya masih kecil, sekira tahun 1990-an, ada sebuah film tentang perburuan komodo. Judulnya adalah “Menerjang Prahara di Komodo” dengan produser Robert Samara. Dari film ini dapat diketahui betapa serakahnya sekelompok orang yang tega mengeksploitasi komodo demi kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Sebagai hewan liar, upaya konservasi terhadap komodo mesti dengan cara in situ. Untuk itu, saya kira langkah pemerintah membatasi pengunjung dan menaikkan biaya masuk ke dua pulau yang menjadi wilayah konservasi komodo tepat.

 “Harta” yang mahal tentu membutuhkan perawatan yang mahal pula. Demikianlah saya kira, komodo sebagai “harta” yang mahal bagi kita, membutuhkan “perawatan” yang mahal pula. Kemahalan tersebut tidak hanya dalam hal biaya (uang) konservasi, tetapi juga membutuhkan kesadaran dan kerelaan kita untuk menjaga lingkungan hidup sebagai habitat komodo.

Kita bersyukur, komodo telah ditetapkan sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia yang baru pada tahun 2011 lalu. Untuk mempertahankan keberadaan dan apresiasi terhadap keajaiban dunia ini, perlu upaya konservasi, bahkan mitigasi dari kepunahannya. Membatasi kunjungan wisatawan ialah upaya membatasi beban lingkungan yang perlu ditanggung habitat komodo.

Sewaktu berkunjung ke TNK, saya melihat sendiri bagaimana wisatawan dalam kunjungan ke pulau komodo, lalu mengikuti trayek didampingi petugas jagawana TNK, terkadang keluar jalur jalan dan memasuki kawasan hutan. Meski tindakan yang terlihat sepele, saya kira akan mengancam tumbuh dan kembangnya flora (tumbuhan). Dan dalam jejaring makanan, akan mengancam kelestarian herbivora (semisal rusa), lalu akan mengancam komodo sebagai karnivora (pemakan daging, termasuk rusa). Hal ini tidak boleh terjadi.

Namun di sisi lain, dalam menerapkan pembatasan kunjungan ke pulau Padar dan pulau Komodo ini, pemerintah perlu juga memperhatikan dampaknya kepada ekonomi masyarakat lokal. Setidaknya mereka perlu mendapat kompensasi. Semisal dari biaya konservasi tadi, ada alokasi untuk mengatasi dampak ekonomi yang mereka alami. Atau pemerintah mengambil kebijakan lain yang dapat mengompensasi dampak ekonomi yang dialami warga kedua pulau ini.

Bagaimana pun, ada rupa, ada harga. Demikianlah jika ingin rupa komodo tidak sekadar gambar di kertas, di gawai, atau di komputer, tetapi berupa sosok asli komodo dan yang dapat terus dilihat di habitat aslinya hingga zaman anak cucu kita, maka mesti ada harga yang perlu kita bayar. 

Tidak ada komentar: