Jumat, 15 Juli 2022

Memberdayakan Potensi Energi di NTT


Oleh: Krismanto Atamou

 


Hukum kekekalan energi menyatakan: energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, tetapi dapat berubah bentuknya dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Berdasar hukum kekekalan energi ini, sebenarnya dapat dipahami bahwa dalam kehidupan ini, kita tidak akan pernah kehabisan stok energi. Hanya saja, bentuk energi satu bisa habis jika berubah menjadi bentuk energi yang lain.

Demikianlah untuk kondisi di provinsi NTT, saya sependapat dengan Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat bahwa NTT memiliki energi terbarukan yang melimpah luar biasa. Berita Victory News pada Selasa, 12 Juli 2022 lalu Gubernur NTT menyampaikan potensi panas bumi, angin, yang mana tidak kalah dengan negara Cina bila dikembangkan.

NTT sebagai daerah kepulauan yang juga berada di cincin api (ring of fire) dunia, sebenarnya memiliki potensi energi berlebih. Lihat saja tiupan angin yang dibiarkan lewat begitu saja, semisal angin di pantai selatan pulau Timor. Lihat saja panas bumi di beberapa daerah yang hanya dijadikan objek wisata, semisal panas bumi di Tuti Adagae pulau Alor. Lihat saja banyaknya air terjun yang juga hanya dijadikan objek wisata, dan terkadang, itu pun tidak dikelola secara baik.

Lihat saja arus laut yang bergerak deras di beberapa titik perairan laut NTT. Semisal arus deras yang keluar masuk laut Mulut Kumbang-Alor. Semisal arus deras di selat Larantuka yang kini dalam proses persiapan pembangunan jembatan Pancasila Palmerah. Jembatan ini akan dilengkapi Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL). Semoga proyek jembatan Pancasila Palmerah ini bisa segera terlaksana setelah sekian lama tahun diwacanakan dan dipersiapkan.

 

Pengembangan dan Pemberdayaan EBT

“Bisnis membelokkan perkembangan teknologi,” kata akun Osmet Osmet di postingan akun Gunawan Wibisono pada 10 Juli 2022 lalu. Dalam postingan facebook itu, Gunawan menyampaikan sejarah mobil listrik di Amerika yang sudah ada sejak awal 1900-an. Namun kemudian mobil berbahan bakar fosil memenangkan bisnis dan kompetensi.

Setelah sekian lama politik bisnis energi fosil menguasai pasar dunia, kini isu energi bersih dan sehat menjadi isu yang urgen bagi kelestarian alam dan penghuni bumi. Isu energi bersih dan sehat “memanggil pulang” pengguna, pelaku bisnis, dan pemangku kebijakan transportasi untuk kembali menggunakan kendaraan listrik atau teknologi ramah lingkungan. Di titik ini, Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi mesti.

Saya mengapresiasi langkah Gubernur NTT dengan semangat keotonomian NTT dalam hal energi. Masih dalam pemberitaan Victory News tadi, Gubernur NTT menyatakan keinginan untuk menggunakan energi terbarukan dengan maksimum penghematan biaya. Saya rasa keinginan ini sangat bisa dilaksanakan mengingat keberlimpahan potensial EBT dan sumber daya manusia NTT yang saya yakin mampu.

Seorang kerabat saya lulusan SMA belajar kelistrikan secara otodidak dan akhirnya mampu bekerja di sektor kelistrikan di Bali. Kini ia sendiri memiliki badan usaha yang bergerak pada bisnis kelistrikan di Bali. Dalam satu kunjungan ke Bali beberapa tahun lalu, saya meminta pendapatnya tentang potensi energi mikrohidro yang ada di kampung kami Desa Padang Alang-Kecamatan Alor Selatan. Air terjun di Desa Padang Alang ada banyak dan tinggi-tinggi. Saya kaget ketika ia menyampaikan bahwa sejak lama ia telah berbicara dengan Kepala Desa.

Agar pembangkit listrik mikrohidro bisa berjalan baik, menurut Timatius Laumai, nama kerabat tersebut, hal yang dibutuhkan ialah debit air yang stabil, saluran air, dan infrastruktur bangunan turbin. Selanjutnya perangkat elektronik untuk menstabilkan arus listrik dan menyalurkannya, itu yang mahal. Juga dibutuhkan tenaga terampil untuk mengontrol kinerja turbin agar bekerja dengan baik. Tenaga terampil itu berperan merawat dan menangani gangguan instalasi listrik bila terjadi. Untuk tenaga terampil, bukankah NTT sudah punya sekolah kejuruan dan jurusan di perguruan tinggi yang menghasilkan tenaga terampil bahkan tenaga terdidik nan mumpuni?

Pemanfaatan energi alami seperti pembangkit listrik mikrohidro ini tentunya akan menimbulkan kesadaran manusia untuk lebih mencintai lingkungan hidupnya. Pemanfaatan energi alami ini menciptakan hubungan simbiosis mutualisme antara manusia dan alam. Manusia menjaga hutan, hutan “menjaga” debit air, air “memberikan” energi listrik bagi manusia yang menjaga hutan.

 

Energi Murah

Dalam berita Victory News, Gubernur NTT juga menyampaikan bahwa NTT lebih mahal membayar listrik dibandingkan DKI Jakarta. DKI Jakarta membayar 6 sen dollar per kWh sedangkan NTT membayar hingga 28 sen dollar per kWh. Lebih mahal 22 sen dollar per kWh. Untuk itu, saya kira, jika pemerintah pusat bisa mengeluarkan kebijakan Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga, mengapa biaya listrik tidak bisa satu harga? Dimana keadilannya?

Untuk mendapatkan ketersediaan energi yang murah, mungkin sudah saatnya pemerintah pusat memberi ruang kepada pemerintah daerah untuk membangun, mengembangkan, dan memberdayakan EBT-nya dalam kemandirian (otonomi) atau melalui kemitraan dengan pihak lain. Sekian.

Tidak ada komentar: