Kamis, 04 Juni 2020

Relasi antara Guru, Pengetahuan, dan Murid



Relasi antara Guru, Pengetahuan, dan Murid
(#The_Triangle_Pedagogic)

Relasi antara guru, pengetahuan, dan murid dalam proses belajar, mengajar, dan mendidik sangatlah perlu demi terselenggaranya pendidikan yang baik. Mengapa ini perlu?

Kita tahu bahwa yang dikejar dari sebuah proses pendidikan adalah pencapaian pengetahuan (soft and hard) yang berimbas pada kecerdasan/keberdayaan seseorang. 

Di atas telah saya sampaikan diagram segitiga pedagogik (Triangle Pedagogik) hubungan antara guru, murid, dan pengetahuan. Ini merupakan diagram segitiga pedagogis yang digagas oleh Jean Houssaye, pedagog Perancis. 

Triangle Pedagogik ini saya ketahui dari paparan Pak Jimmy Ph Paat saat diskusi buku Critical Pedagogy for Early Childhood and Elementary Educators karya Lois McFadyen Christensen and Jerry Aldridge waktu lalu. Saya belum pernah baca bukunya Jean Houssaye.

Dari diagram tersebut terlihat bahwa pengetahuan tidak dimonopoli oleh guru atau siswa. Pengetahuan berada di atas (puncak) segitiga hubungan guru dan murid agar dicapai bersama-sama. 

Dengan menempatkan pengetahuan di bagian atas dan guru murid di bagian dasar menunjukkan bahwa relasi guru-murid dalam mencapai pengetahuan adalah suatu relasi yang setara. Kata setara dapat dibaca sebagai tidak saling mendominasi.

Pengetahuan adalah milik bersama yang dapat diakses oleh murid sebagai proses belajar dan oleh guru sebagai proses mengajar. Jadi guru hanya bisa mengajar kalau memiliki akses terhadap pengetahuan demi menyalurkan pengetahuan tersebut kepada murid.

Perlu dicatat bahwa pengetahuan perlu ditinjau juga lebih lanjut mengingat beragamnya preferensi, asumsi, dan identitas guru, terutama murid. Meski pengetahuan tidak mungkin netral tapi paling tidak sesuai dengan identitas murid agar ia tidak teralienasi dari identitasnya semula.

Relasi mendidik antara guru siswa juga menarik. Saya menggunakan kata 'antara' karena berdasarkan paragraf tadi setiap murid memiliki preferensi dan identitas yang berbeda. Guru belum tentu (dan tidak mungkin) mengetahui semua preferensi dan identitas murid. 

Untuk itu dalam mendidik, guru perlu beri kesempatan kepada murid menjadi 'guru' untuk memaparkan preferensi dan identitasnya. Jadi dalam satu titik, murid bisa menjadi 'guru' bagi murid lain juga bagi gurunya. 

Jadi dalam hal mendidik juga terdapat relasi yang setara karena guru perlu juga 'berguru' pada murid untuk mengenal identitas dan preferensinya. Pada realitanya (dalam beberapa kasus), kesetaraan dalam mendidik cenderung diabaikan mengingat guru dianggap yang paling tahu, apalagi kalau sampai dianggap sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.

Sekian.

Oleh: Krismanto Atamou
Diler Wahana-Oebufu-Kupang, 05 Juni 2020

Tidak ada komentar: