Rabu, 15 Juni 2022

Gerson Poyk: Sang Legenda dari NTT




Oleh : Krismanto Atamou

 

Senin, 13 Juni 2022 lalu melintas di beranda akun Facebook saya postingan dari Fanny J. Poyk. Penulis novel “Gizzara” ini adalah anak dari Gerson Poyk, sang Maestro Sastra asal NTT. Ia membagikan postingan dari akun Sahadewa terkait peringatan Hari Sastra NTT 2022 yang akan dilaksanakan pada Kamis, 16 Juni 2022 mulai pukul 16.00 WITA di Taman Budaya Gerson Poyk,  Oepoi, Kota Kupang, NTT.

Acara Hari Sastra NTT 2022 ini terbuka untuk umum. Pada acara yang diselenggarakan oleh Dusun Flobamora dan Dedari Art Institute ini, sesuai flyer, akan diadakan kegiatan baca puisi, bedah buku, musikalisasi puisi, tari, dan lain-lain. Salah satu buku yang akan dibedah ialah buku kumpulan puisi karya Dewa Putu Sahadewa berjudul Siwanggana.

 

Cerpen Matias Akankari

Rasanya tidak sah jika kita mengenang alm. Gerson Poyk tanpa mengetahui karya-karyanya. Dari banyak karya, kali ini saya sedikit mengulas salah satu karya beliau yaitu cerita pendek (cerpen) Matias Akankari.

Cerpen berjudul Matias Akankari merupakan salah satu dari sekian cerpen dalam buku antologi cerpen Matias Akankari yang diterbitkan oleh Penerbit Nusa Indah, Ende (1975). Cerpen ini dimulai dengan cerita singkat pertemuan antara Matias Akankari dan seorang prajurit parasutis di Irian Jaya, nama Papua dulu. Matias yang tidak bisa berbahasa Indonesia kemudian menjadi pemandu yang menyelamatkan sang parasutis keluar dari hutan Papua. Matias dibawa oleh sang parasutis pulang ke ibukota Jakarta. Sang parasutis memberi Matias pakaian bagus untuk dipakai lalu membawa Matias pergi menonton film. Saat Matias sedang asik menonton film, sang parasutis meninggalkan Matias sendirian dan pulang.

Matias nyasar di ibukota Jakarta. Dia dikira pejabat dari Papua yang beruang banyak sehingga dibawa pulang oleh seorang pelacur. Matias tidak punya uang untuk membayar sehingga diusir.

Matias berjalan tak tentu arah di ibukota Jakarta hingga hingga bertemu orang-orang yang ia kasihani. Tak punya uang, Matias memberikan pakaiannya kepada orang yang membutuhkan itu lalu kembali memakai koteka, pakaian tradisional Papua.

Penampakan Matias dengan kotekanya di ibu kota Jakarta membuat ia menjadi pusat perhatian orang-orang. Ia nyasar ke sebuah klub malam dan ikut menari di panggung. Ia menjadi terkenal dan banyak uang. Akhir cerita, Matias pulang ke Papua dan menceritakan pengalamannya kepada orang-orang sekampung. Ia bercerita: ternyata kehidupan high class di ibu kota Jakarta sama saja dengan di Papua, sama-sama pakai cawat.

Begitulah ringkasan cerpen Matias Akankari. Membaca cerpen lengkapnya sangat saya rekomendasikan untuk melihat bagaimana Gerson Poyk menampilkan berbagai sisi kehidupan yang diringkas dalam sebuah cerpen. Hal menarik dari cerpen ini adalah upaya Gerson Poyk untuk menampilkan sosok polos seorang pedalaman Papua bernama Matias Akankari dan sikap oportunis seorang prajurit parasutis. Matias sebagai tokoh protagonis dan sang parasutis sebagai tokoh antagonis.

Bagi saya, cerpen ini seolah sindiran Gerson Poyk terhadap oknum “orang kota” yang jahat terhadap orang pelosok. Dalam cerpen ini, Matias yang telah berbaik hati menolong sang parasutis di hutan Papua, justru kemudian ditelantarkan di kota Jakarta. Miris.

 

Warisan Sang Legenda

Seniman Gerson Poyk yang telah berpulang ke hadirat Tuhan pada 24 Februari 2017 lalu ini banyak memiliki karya besar. Ia dikebumikan di TPU Fatukoa, Kota Kupang. Tahun lalu saya berziarah ke makam beliau. Di batu nisan beliau juga tertulis: “Aku ingin pulang kampung tanam jagung dan makan jagung bose, tidurkan aku di tempat ini sehingga aku tetap menjadi sosok yang mengusung sisi humanis, normatif, penuh dengan nilai-nilai etis moral.”

Gajah mati meninggalkan gading, begitupun ketika Gerson Poyk berpulang telah meninggalkan banyak karya besarnya bagi bangsa ini. Karya-karya itu bahkan telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, semisal bahasa Jerman, bahasa Rusia, bahasa Jepang, dan bahasa Inggris.

Selain karya tulis, Gerson Poyk juga mewariskan semangat hidup saling mengasihi. Pada Channel Youtube Indonesia SIKA tahun 2017 lalu, Gerson Poyk bercerita bahwa hidupnya dengan seniman yang lain sudah seperti saudara. Kala ada teman yang susah, beliau membantu. Keteladanan hidup saling membantu antara seniman ini saya ketahui dari postingan facebook milik Fanny J. Poyk bernama akun Fanny Jonathans beberapa waktu lalu.

Kak Fanny, begitu saya menyapanya, kini juga telah menjadi penulis senior mengikuti jejak ayahnya. Tak kalah dengan sang ayah, karya-karya Kak Fanny juga telah menghiasi halaman media-media nasional Indonesia.

Di Hari Sastra NTT yang ditetapkan sesuai tanggal lahir almarhum Gerson Poyk ini, Kak Fanny akan hadir. Saya meminta Kak Fanny untuk membawa buku-bukunya juga buku-buku alm. Gerson Poyk agar bisa dibeli dan dinikmati oleh banyak orang. Pasalnya, saya rasa masih belum banyak orang NTT yang sudah membaca karya-karya Gerson Poyk sebagai Sang Legenda yang telah mengharumkan nama NTT di tingkat nasional bahkan Internasional.

Selamat Hari Sastra NTT tahun 2022.

Tidak ada komentar: