Selasa, 29 Juni 2021

Opa, Milenial Pegiat Kopi dari Lembah Mainang


Krismanto Atamou
Guru di Kabupaten Kupang 

 

 



 
Sejujurnya, tak banyak milenial yang mau bergelut di sektor pertanian dan (apalagi) kembali ke desa untuk membangun kampung. Urbanisasi masih dilihat sebagai peluang sukses bagi banyak orang. Belum lagi kemajuan layanan dan modernisasi kehidupan yang lebih menjanjikan di kota daripada di desa.
Meski begitu, masih ada juga beberapa anak muda penggerak yang memiliki gairah untuk membangun Indonesia (bahkan dunia) dari kampung. Beberapa di antara mereka memfokuskan diri pada pangan lokal. Sebut saja Dicky Senda di Desa Taiftob, Kabupaten Timur Tengah Selatan. Dicky berupaya membangun kembali kejayaan pangan lokal lewat melalui Komunitas Lakoat Kujawas  dan event makan baru (Mnahat Fe’u). Ada juga Felix K. Nesi, penulis Novel Orang-orang Oetimu, yang pulang kampung di Kabupaten Timur Tengah Utara lalu membangun produksi sopi skala rumahan.
Sebagaimana kedua tokoh tadi, kali ini penulis ingin memaparkan seorang pemuda Alor yang sedang mengupayakan hal serupa. Namanya ialah Wiliam Weni Ratu yang biasa dipanggil Opa. Opa yang bisa dihubungi melalui nomor 081337738547 adalah pengusaha kopi milenial dari Lembah Mainang, Kabupaten Alor. Berikut ini beberapa catatan yang lahir dari obrolan penulis dengan Opa.
 
Peluang
Peluang usaha kopi lokal sangat menjanjikan saat ini. Sebagai komoditi pertanian, kopi merupakan produk yang diminati semua kalangan masyarakat. Produk yang semula hanya dikuasai brand-brand besar tanah air, kini mulai ‘terdesentralisasi’ ke berbagai daerah dengan brand lokalnya masing-masing. Produk-produk lokal ini kemudian turut bersaing dalam hal kualitas, cita rasa, kemasan, juga jaringan pemasaran.  
Upaya pemerintah untuk membangun ekonomi kerakyatan mendukung hadirnya Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), termasuk UMKM produk kopi lokal dari berbagai daerah di Indonesia. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam postingan di akun Facebooknya 18 Juni 2021 lalu menulis tentang “Dunia Kopi Pak Suradi”. Tulisan dengan tagar BanggakopiIndonesia itu diakhiri dengan kalimat: Di setiap seruput kopimu, ada berjuta cerita tentang Indonesia yang baik dan mengagumkan. Beberapa penulis sastra Indonesia juga menggambarkan kopi sebagai bagian dari karya mereka. Semisal ada penulis yang mengasosiasikan kopi dengan senja sebagai hubungan yang romantis dan menginspirasi.
Di era globalisasi saat ini, sudah tidak mustahil untuk produk kopi lokal bisa menembus pasar luar negeri. Sudah banyak kisah sukses ekspor kopi. Salah satu contohnya ialah kisah Pak Suradi yang ditulis Menkeu tadi. “Coffe or Tea”, sebuah film Mandarin yang diproduksi tahun 2020 lalu mengisahkan hal yang sama. Dalam film ini dikisahkan ternyata kopi lokal bisa bersaing dan menjuarai event kompetisi kopi internasional. Jadi, sekali lagi, peluang usaha kopi lokal sangat menjanjikan bila dikelola secara baik.
 
Tantangan
Meski prospeknya menjanjikan, startup kopi lokal tidak lepas dari tantangan. Tantangan paling utama ialah pola pikir pelaku usaha kopi dan berbagai pihak terkait. Mulai dari persiapan lahan, pembibitan, hingga paska panen, petani kopi perlu dibekali dengan standar pengolahan kopi yang baik. Dengan demikian produk kopi yang dihasilkan dapat memenuhi syarat aturan untuk memperoleh merek dagang dan dapat masuk ke pasar yang lebih luas, semisal pasar luar negeri.  
Selain itu diperlukan juga dukungan pemerintah daerah (Pemda) dan investor. Meski regulasi, skema perizinan, dan akses pembiayaan modal usaha telah dipermudah oleh pemerintah pusat, namun pada eksekusi di daerah, terkadang masih jauh panggang dari api. Sulitnya pematenan merek dagang dan izin usaha akan berdampak pada sulitnya mendapatkan bantuan modal. Untuk mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) misalnya, sebuah startup mesti memiliki Akta Pendirian Usaha dan persyaratan administrasi lainnya yang bersumber dari Pemda. Oleh karena itu, jika ada oknum Pemda yang mempersulit pengurusan dokumen administrasi ini, maka jangan harap startup kopi lokal bisa mengakses KUR atau investor lalu berkembang.  
 
Sinergitas
Mendongkrak kehadiran brand-brand kopi lokal adalah selaras dengan semangat otonomi daerah. Keberhasilan di sektor ini, apalagi yang dirintis oleh milenial, mesti dilihat sebagai upaya sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Selain dapat mengentaskan angka kemiskinan dan pengangguran, usaha kopi lokal dapat turut mendukung sektor pariwisata lokal, menguatkan sektor ekonomi kerakyatan, mendistribusikan keadilan sosial, mengangkat profil kinerja Pemda, menarik animo milenial urban untuk pulang dan membangun dari kampung, dan masih banyak dampak ikutan positif lainnya.
Untuk mencapai berbagai tujuan mulia ini, dibutuhkan dukungan dan kerja sama berbagai pihak. Pemda perlu memiliki keinginan politik paling tidak untuk memberi ruang kepada kemudahan izin usaha kopi lokal. Petani kopi perlu memperhatikan standar pengolahan kopi. Pengusaha kopi milenial perlu membuka diri untuk berjejaring dengan sesamanya, dengan petani kopi, dengan jarigan pasar lokal, nasional, dan internasional, dengan Pemda, investor, media, anggota parlemen, dan berbagai pihak lain. Dengan begitu, pengusaha kopi milenial dapat mengembangkan usahanya secara luas dan memperkenalkan Indonesia melalui produk kopi lokal berkualitas.

Tidak ada komentar: