Minggu, 27 Oktober 2019

OBROLAN DI RUANG TAHANAN

Oleh : Krismanto Atamou

Dengan kedua tangan diborgol ke belakang, Andi melangkah dikawal aparat keamanan menuju ruang tahanan. Ia ditangkap bersama Yanto, temannya.
Tak terbesit penyesalan di wajah Andi dan Yanto. Keduanya tampak tegar. Sepertinya mereka telah menyadari konsekuensi dari kejahatan yang baru saja dilakukan. Mungkin mereka berpikir bahwa hukuman yang akan didapatkan tak sebanding dengan keuntungan dari melakukan kejahatan tersebut. Atau mungkin juga mereka sudah pasrah dengan jalan hidup yang sudah terlanjur dipilih.
“Siapa namamu?” tanya penyidik. 
“Andi Budiman, Pak.”
“Dari mana asalmu?”
“Dari desa Suka Rukun, Pak.”
“Siapa nama ayah kamu?”
“Mulianto Budiman, Pak.”
 Penyidik memalingkan wajahnya dari layar laptop yang ia pakai untuk mengetik berita acara pemeriksaan dan memandangi Andi dengan heran. “Aneh ...,” katanya. “Nama harusnya adalah doa. Namamu, nama ayahmu, nama desamu sungguh jauh dari perbuatanmu sekarang. 
“Memang benar kata pepatah bahwa jangan menilai seseorang dari tampak luarnya saja, termasuk nama dan jabatannya. Dalam pekerjaanku, penjahat bahkan bisa berasal dari orang yang harusnya jadi panutan. Semisal ayah menghamili anaknya sendiri, ibu tega membunuh buah hatinya sendiri, pejabat mengkhianati sumpah jabatan dan amanat yang diberikan padanya, dan masih banyak lagi. Cenderung pelaku kejahatan adalah orang-orang dekat korban yang seharusnya melindungi korban. Miris,” lanjut penyidik.
Andi dan Yanto tertangkap basah melakukan kejahatan pembakaran hutan. Yanto berperan sebagai pemantau dan pengemudi, sementara Andi bertugas membakar lahan. Keduanya saling mencurahkan penyesalan yang selalu terlambat datangnya.
“Tak jarang, untuk berbuat kebaikan, kita harus melawan diri sendiri. Itu bagian tersulitnya,” kata Andi. 
“Ah, kau bicara seperti orang baik-baik, seperti seorang motivator. Padalah kau sama saja dengan diriku. Kita penjahat!”
“Setiap orang punya sisi baik dan buruk, Yanto. Begitu juga kau. Aku yakin, setiap penjahat sebelumnya adalah anak baik-baik yang terperosok ke jurang kejahatan. Aku juga begitu. Apa kau pikir aku rela masuk ke dalam dunia pekerjaan kotor seperti ini? Tidak, teman! Aku hanya ingin bertahan hidup dan balas dendam pada ayahku.” 
Andi menarik nafas dalam-dalam. Dipandanginya seberkas cahaya matahari yang menyusup masuk lewat lubang angin sel tahanan yang diberi terali besi. Berkas cahaya itu seakan mengisaratkan adanya harapan namun bayang-bayang terali besi itu seakan menjadi batasan.
“Aku juga terpaksa. Sebelumnya aku adalah anak yang saleh, rajin beribadah dan bekerja sebagai guru honorer. Aku dipecat karena posisiku diganti oleh orang lain yang menjadi titipan pejabat. Memang benar kata penyidik, siapa saja bisa menjadi penjahat, termasuk guru. Termasuk diriku,” ujar Yanto.
“Harusnya kau adalah sosok yang diguguh dan ditiru.”
“Ya. Benar sekali. Tapi itu dulu.”
"Sewaktu sekolah aku adalah anak yang nakal. Walau begitu, ada banyak guru yang menjadi idolaku. Aku ingat betul, namanya Pak Viktor, guru SD.” 
Andi tertunduk sebentar. Ia memandangi langit-langit sel. Air matanya perlahan menetes. Ia mengingat bagaimana Pak Viktor pernah memeluknya saat hampir semua warga sekolah menolaknya karena nakal. Sambil memeluk, Pak Viktor berbisik, “Aku tahu, kau sebenarnya anak yang baik. Kau hanya kurang mendapatkan perhatian dari orang tuamu, itulah alasan kau memberontak.” Itulah pelukan pertama yang Andi dapatkan dari sosok seorang Bapak. Andai pelukan itu didapatkan dari ayahnya, pikir Andi waktu itu.
“Seperti arti namanya, Pak Viktor selalu berhasil merebut hati dan perhatian murid-muridnya untuk belajar. Ia periang, ramah, mudah akrab, antusias, peduli, dan kreatif. Selalu ada permainan jika dilihatnya murid sudah mulai tidak bersemangat belajar. Ia sangat pengertian untuk menerima alasan jika ada murid yang ingin meningggalkan pelajaran. Baginya itu tantangan untuk membuat pembelajaran yang menyenangkan agar murid betah di kelas, bukan menjadikan alasan untuk menghukum murid, apalagi dengan kekerasan,” lanjut Andi.
“Ya, kau benar. Aku bahkan menyadari bahwa guru yang tak bisa menjadi idola muridnya adalah musuh dalam selimut untuk upaya mencerdaskan bangsa. Guru yang melakukan kekerasan adalah pembunuh karakter anak bangsa.”
“Dulu, aku adalah anak baik-baik,” kata Andi sambil menatap Yanto datar. Yanto membalas tatapan itu keheranan.
“Bukankah kau telah menjadi penjahat sejak kecil?”
“Hanya itu yang kau tahu?”
“Ya. Bukankah kita sekampung? Aku tahu sepak terjangmu sejak kecil.”
“Hehe ..., kau pasti hanya mengikuti cerita orang-orang. Memang benar, cerita buruk selalu menjadi cerita menarik untuk dibahas, disebarkan, dan diingat memori orang pada umumnya dalam jangka panjang. Sedangkan cerita baik cenderung berlaku sebaliknya.”
“Kau benar.”
“Karena nakal, aku dulu pernah dikeluarkan dari sekolah tanpa peringatan atau bimbingan. Tak ada sekolah yang mau menerimaku. Bagi mereka, aku adalah aib yang perlu disingkirkan dari wajah sekolah yang cemerlang. Mungkin mereka digaji untuk mengajar dan mendidik anak yang cerdas dan berkelakuan baik. Sedangkan anak bodoh dan nakal pantas dihindari.”
“Eh ..., tapi sejak kapan kau mengerti soal pendidikan dan bisa berbicara seperti ini? Bukankah duniamu adalah dunia kejahatan?”
“Nah, itu lagi. Kau selalu menggeneralisir pandanganmu. Kau menilai seseorang secara kasat mata.”
“Sejak keluar dari sekolah, ibu adalah guruku. Ibu mengajariku banyak hal, seperti yang dilakukan oleh ibu Thomas Alva Edison. Tidak hanya materi pendidikan umum, ibu juga menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dan agama. Sesaat aku menjadi anak baik-baik.”
“Lalu kenapa kau menjadi penjahat?”
“Ibuku dibunuh.” Andi tertunduk lesu.
“Oh ..., maaf. Aku turut berdukacita.”
“Terima kasih, teman.”
“Siapa pembunuhnya?”
“Dialah alasan aku memilih menjadi penjahat. Aku sangat ingin membunuhnya suatu waktu sebagai balas dendam. Aku telah membuang banyak waktu hidup untuk itu, waktu yang seharusnya terpakai untuk membangun hidup yang lebih baik, sebagaimana normal pada orang umumnya.”
“Siapa dia?”
“Dia adalah ayahku. Ia membunuh ibuku karena ingin menikah lagi dengan istri barunya yang lebih muda, cantik, dan kaya. Padahal, dari dorongan ibukulah ayah sukses menjadi manajer perusahaan keluarga yang mereka dirikan bersama.”
“Apakah dendammu sudah terlaksana?”
“Belum.”
“Kau masih dendam?”
“Tidak lagi.”
“Kenapa?”
“Saat ini aku baru sadar, untuk apa menyimpan dendam? Tak ada manfaatnya. Dendam telah merampok sebagian besar waktu hidupku untuk membalas perbuatan jahat ayahku dengan perbuatan jahat pula. Seandainya waktu itu kupakai secara positif sebagaimana tawaran Pak Viktor untuk mengadopsi dan menyekolahkanku dulu, tentu saat ini aku bukanlah seorang penjahat. Namun semuanya sudah terlambat.”
Yanto manggut-manggut seakan baru mengenal teman masa kecil yang sedang berbicara di depannya. Suasana ruangan sel tahanan yang menyeramkan itu sejenak  terlupakan. Ruangan itu sejenak berubah menjadi ruang santai tempat mencurahkan isi hati. Mungkin itu usaha pertama mereka untuk membunuh waktu yang akan selalu menjadi teman setia di penjara.
“Aku heran, kau sangat berbeda hari ini. Pengertian baikmu seakan keluar semua hari ini. Dari mana kau dapatkan itu?”
“Semua penjahat memiliki pengertian dan sisi baik di dalam dirinya. Semisal Arthur Bishop tetap menjadi orang baik dengan memiliki sahabat yaitu Ben Foster sebagai Steve McKenna dalam film The Mekanik. Paling tidak penjahat akan selalu baik terhadap dirinya sendiri.”
“Kau lucu. Baik terhadap diri sendiri itu bukan baik, tapi egois.”
“Kau juga lucu, memaksakan pandangan seperti itu. Aku punya pandangan yang berbeda. Kau akan egois jika memaksakan pandanganmu padaku. Setiap kejadian dalam kehidupan sehari-hari tidak senantiasa dapat dicerna memakai kerangka pandang pertentangan ekstrem biner seperti itu.”
“Pertentangan ekstrem biner yang bagaimana?”
“Yang mengelompokkan orang menjadi kelompok egois atau tidak egois.”
“Tapi contoh yang kau beri tadi dari film. Film itu fiksi. Di dunia nyata, tak mungkin terjadi.”
“Jangan jauh-jauh ku ambil contoh lagi. Kau misalnya. Kau melakukan kejahatan ini demi suatu tujuan baik bukan? Kau menafkahi dirimu dan keluargamu. Tidak hanya kau, aku, para pelacur, koruptor, perampok, pencuri, penipu, dan semua penjahat lainnya melakukan hal yang sama. Melakukan hal yang salah untuk tujuan yang benar dan ....”
“Dan tetap salah bukan?”
“Ia. Memang salah. Arif, adikku pernah berkata: ‘Kak, tidak ada istilah setengan benar atau setengah salah. Salah tetap salah, benar tetap benar, dan jahat tetaplah jahat.’ Itulah alasan ia selalu menolak ketika kuberikan uang hasil kejahatanku.”
“Terus, dari mana dia mendapatkan biaya perkuliahannya?”
“Dia mendapatkan beasiswa karena kerja keras dan kecerdasannya. Bahkan sudah dua kali ia mendapatkan hadiah langsung dari pimpinan negara. Berbeda dengan diriku yang mendendami ayah, Arif memilih memaafkan ayah walau hatinya sakit. Baginya dendam terhadap ayah, apalagi sampai berencana membalas kejahatan ayah hanya akan membuat dirinya sama seperti ayah, yaitu menjadi penjahat atau pembunuh. Ia tak mau mewarisi kesalahan yang telah ayah buat.”
“Nah. Sekarang aku tahu, pasti kau belajar banyak kebajikan dari Arif. Ia, kan?”
“Ya. Arif mengajarkanku banyak kebajikan. Terkadang aku membaca buku-bukunya. Arif mencoba hidup bersih, walaupun itu mustahil.”
“Mustahil kenapa?”
“Kita hidup di negara dengan sistem yang terkait satu sama lain. Jika aku membeli barang yang kena pajak dari uang hasil kejahatan, kemudian uang pajak itu dipakai membangun sarana umum, sarana umum tersebut kemudian dipakai oleh Arif, maka secara tidak langsung, Arif telah menikmati hasil kejahatanku. Benar, kan?”
“Ah, itu pikiran kamu saja.”
Tiba-tiba datang seorang aparat keamanan di depan pintu sel. Ia membuka pintu dan memasukan seorang pria. Pria itu tidak lain adalah bos Yanto dan Andi. Ia dituduh sebagai otak pelaku karena ada bukti komunikasi via telepon genggam. Di luar sana ada sang dalang yang sedang asyik menikmati manfaat kejahatan. Sang dalang sulit terjerat hukum, entah kenapa.

1 komentar:

Marsya mengatakan...

Numpang promo ya Admin^^
ajoqq^^com
mau dapat penghasil4n dengan cara lebih mudah....
mari segera bergabung dengan kami.....
di ajopk.club....^_~
segera di add Whatshapp : +855969190856