Minggu, 29 September 2019

ARISAN DI TITIK NADIR


Oleh : Krismanto Atamou

“Jangan membuat masalah di atas masalah! Kita tuntaskan dahulu masalah yang sudah ada,” ucap Bu Meri terlihat tegang. Ia tak setuju dengan ide Pak Lius yang menganjurkan perubahan format arisan keluarga dari sistem arisan biasa menjadi koperasi keluarga.
“Masalah apa yang ibu maksud?”
“Sistem arisan yang biasa ini saja masih banyak tanggungan, iuran bulanan, bahkan uang arisan yang belum dibayarkan. Itu jadi masalah. Jika kita rubah formatnya, maka akan ada masalah baru.”
“Masalah baru apa?”
“Ya, tidak semua kita setuju dengan perubahan ini. Jika dipaksakan akan ada masalah. Mungkin sebagian kita akan memilih keluar dari perkumpulan keluarga yang sudah berjalan tiga tahun ini.”
Siang itu matahari seakan berjalan lambat. Suasana ketegangan perdebatan seakan bersaing dengan panasnya suhu udara. Semilir angin berhembus memasuki gazebo tempat keluarga arisan itu berkumpul. Dua buah pohon mangga di dekat gazebo menawarkan kesejukan yang menggiurkan. Ada sekira dua puluh lima orang berkumpul.
“Ah, begini Bu Meri, justru dengan mengubah format atau pola arisan, kita sedang mengatasi masalah yang ibu sebutkan. Dengan pola koperasi, saat modal awal dikumpul, setiap kali arisan, kita tidak membawa pulang uang. Itu sekalian menguji ketulusan niat kita bersekutu, apakah kita berkeluarga karena uang sebagai media atau karena uang sebagai yang utama dan sebagai motif kerukunan keluarga?”
“Waduh, kita sudah biasa pulang arisan dengan membawa pulang uang, lalu tiba-tiba dihentikan demi mengumpul modal, rasa-rasanya tidak enak,” timpal Bu Emi.
“Nah, justru di posisi itu kita mau belajar naik satu tingkat. Pertama apakah fokus kita dalam membangun kerukunan keluarga ini atau sekedar motif ekonomi, kerukunan keluarga menjadi prioritas nomor satu saat berkumpul atau uang yang menjadi prioritas? Kedua, sebagai tindak lanjut dari pertimbangan pertama, jika fokus kita adalah membangun kerukunan keluarga maka kita mampu menghadapi hal yang Ibu Emi kuatirkan. Ketiga, jika kita memang niat untuk membangun kerukunan keluarga maka seharusnya pola apapun yang kita pakai, kita akan tekun melakukannya. Pola menjadi sarana bukan tujuan.”
Pak Lius panjang lebar menjelaskan. Sebagai penasihat kerukunan keluarga, ia berusaha menemukan solusi terhadap kendala eksistensi kerukunan keluarga sekaligus mensosialisasikannya pada anggota. Setoran iuran, tanggungan, dan uang arisan yang macet telah menjadi kendala lazim yang ditemukan pada pertemuan arisan setiap bulan.
Ibu Meri dan Ibu Emi telah berdiri di garis antitesis terhadap Pak Lius. Ada ketakutan di dalam protes mereka. Mereka sudah melihat banyak bukti bahwa koperasi keluarga selalu berakhir kacau. Ketidakdisiplinan dalam menyetor telah menjadi penyebab utama hancurnya sebuah koperasi keluarga. Belum lagi budaya tepaselira yang dimaknai dan diterapkan dengan logika terbalik.
Ketika ada seorang anggota arisan dengan kredit macet, bukannya didampingi untuk didorong melunasi tunggakan tetapi malah dimaklumi dan dibiarkan berlarut-larut. Ketika anggota yang menjadi kreditur menyadari bahwa utangnya sudah menumpuk dan banyak, ia merasa bahwa tak mampu melunasi, ia akan mundur perlahan dan keluar dari kerukunan keluarga. Itu sudah banyak terjadi dan menjadi lagu lama. Entah kenapa, selalu ada toleransi terhadap pola tepaselira seperti ini. Bahkan pengurus kerukunan keluarga malu atau sungkan hati untuk menagih tunggakan kredit macet.
Pak Lius membetulkan posisi duduknya. Itu seakan ingin menyatakan bahwa dasar pemikirannya terhadap perubahan pola arisan keluarga yang ditawarkannya sudah mantap. Ia yakin bahwa dengan umur kerukunan keluarga yang sudah memasuki tahun keempat, sudah saatnya untuk bertumbuh menjadi lebih maju lagi dengan pola yang lebih mentereng. Walaupun untuk menjadi lebih maju, tantangannya juga bukan kaleng-kaleng. Sebagaimana pohon yang semakin tinggi, semakin mendapatkan terpaan angin yang lebih kencang.
“Tapi saya takut,” ujar Ibu Emi.
“Selalu ada dua pilihan dalam menyikapi sesuatu hal. Secara positif atau negatif. Dan ketakutan adalah negatif, sebuah post-sydrom. Kalah sebelum berperang. Pada akhirnya membuat kita tinggal dalam zona nyaman dan tidak berkembang.”
Sebenarnya Pak Lius ingin menggunakan istilah dewasa atau tidak dewasa dalam penjelasannya, namun ia mengantisipasi supaya pihak yang berseberangan dengan idenya tidak tersinggung. Siapapun tentu tiak mau dikatakan belum dewasa hingga tidak berani mengambil risiko dalam mengembangkan dirinya atau kelompoknya, walau itu faktanya.
Di sisi lain, terlihat kalau para ibu-ibu yang tidak setuju menunjukkan sikap sangat hati-hati dalam mengelola keuangan mereka. Mungkin karena trauma atau uang yang mereka pertaruhkan merupakan dana darurat yang wajib hukumnya tidak boleh hilang. Dana yang harus dijamin tetap ada.  Mungkin juga mereka pernah punya pengalaman buruk di kelompok arisan yang lain.
Bayangan matahari semakin tegak lurus permukaan bumi. Pedaran sinar sang surya itu mendekati 900 menghujam permukaan bumi di kota yang lebih banyak memperlihatkan batu karangnya. Beberapa anggota kerukunan keluarga itu segera menghindar dari sengatan cahaya. Kursi-kursi plastik segera digeser mengerumuni bayangan pohon mangga yang seakan mengecil. Jarak duduk semakin dekat, namun tak seiring jarak pemahaman anggota tentang pola arisan yang akan dipakai nantinya.
“Kita voting saja,” kata sang ketua arisan.
Kemudian diadakan voting. Hasilnya hampir imbang, namun dimenangkan oleh kelompok yang tidak mau mengubah pola arisan.
Muncullah debat kusir antara sesama anggota arisan. Tidak ada yang mau mengalah. Semuanya mempertahankan posisinya masing-masing.
“Memang mempertahankan kenyamanan adalah lebih nikmat dibanding memilih berkembang namun penuh dengan risiko.”
“Berhati-hati mengelola uang lebih baik daripada gopoh lalu tekor.”
“Terlalu berhati-hati membuat kita lambat untuk melangkah.”
“Biar lambat asal selamat.”
“Makanya Amerika sudah sampai di bulan, kita belum.”
“Untuk apa kita ke bulan? Tuhan ciptakan kita untuk tinggal di bumi. Bukan di bulan!”
“Tuhan beri kita hikmat dan daya kreativitas untuk dipakai berkembang.”
“Tuhan juga beri logika dan perasaan agar kita menimbang-nimbang, agar kita waspada sebelum mengambil keputusan.”
“Kita harus belajar dari Thomas Alfa Edison. Setelah sangat banyak cara yang salah ia lakukan, barulah ia mendapatkan satu cara yang benar untuk menghasilkan listrik.”
“Oh, jadi uang saya untuk dijadikan percobaan?”
“Bukan begitu maksudnya! Koperasi kan bukan hal baru. Sejak dicetuskan Pak M. Hatta, sejak itulah sejarahnya dimulai. Ada yang jatuh-bangun, ada yang sukses, dan ada juga yang gagal. Kita cukup belajar dari kegagalan orang lain agar sukses jika tidak ingin ikut gagal. Mudah bukan?”
“Ia, mudah. Semudah kita asal dan pada akhirnya sesal.”
“Oh, jadi kamu mau bilang bahwa koperasi itu asal-asalan?”
“Bukan begitu maksudnya! Kalau koperasi dicanangkan tanpa perhitungan yang jelas, itu namanya asal.”
“Soal perhitungan gampang. Yang penting kita sepakat dahulu. Bagaimana kita mau atur tentang koperasi sedangkan koperasinya sendiri belum disepakati?”
“Bagaimana pula kami yang lain bisa tergiur dengan koperasi jika tidak ada skema yang jelas dalam pengelolaannya?”
“Saya pikir soal sepakat atau tidak sepakat itu hal kedua. Hal pertama ialah perlu dijelaskan secara gamblang skema atau pola pengelolaan koperasi. Dengan begitu setiap kita punya alasan yang jelas juga mengapa sepakat atau tidak sepakat.”
“Ia, betul itu. Koperasi mengelola potensi ekonomi kita yaitu uang. Uang adalah produk rasional manusia. Oleh karena itu, pertimbangan kita haruslah rasional pula, bukan sekedar setuju atau tidak secara emosional.”
“Ia, benar. Alangkah lebih baiknya kita tidak usah menggunakan hasil voting. Jika kita melaksanakan hasil voting maka anggota yang kontra dengan keputusan yang diambil untuk bisa saja memendam kecewa dan mengundurkan diri dari kerukunan keluarga ini.”
“Bukankah sekarang pilihan untuk bergabung dalam kelompok arisan sudah sangat banyak? Ada arisan dari pihak keluarga istri, dari pihak keluarga suami, arisan kantor, dan arisan berdasarkan lingkungan domisili. Selain itu, ada juga arisan dengan tujuan tertentu, semisal untuk tujuan mencukupi kebutuhan dana pendidikan, dana pernikahan, dan dana pembangunan rumah tinggal.”
“Saya pikir, kalau kita berkomitmen dengan kerukunan ini, kita tidak akan labil untuk mudah berpindah-pindah kelompok arisan.”
“Oleh karena itu, kita mesti musyawarahkan ini secara terbuka. Jangan ada kesan pengurus menutupi hal-hal tertentu, termasuk bagaimana jalannya koperasi ini nanti. Buat saja suatu contoh perhitungan pengelolaan dana. Apa target akhirnya? Berapa persen keuntungannya? Bagaimana dana itu diputar dalam anggota? Bagaimana strategi untuk menghadapi kredit macet? Siapa saja pengelolanya? Semuanya harus gamblang alias terang-benderang.”
“Termasuk jika koperasi ini berjalan tidak seperti yang diharapkan, bagaimana mekanisme pemulihannya? Bagaimana mengembalikan modal anggota? Berapa lama modal anggota bisa dikembalikan jika koperasi macet?”
“Apakah pengurus koperasi digaji? Kalau digaji, dari mana uangnya?”
Tidak terasa, waktu pertemuan keluarga arisan itu sudah berjalan cukup lama. Dialog yang alot membuat setiap anggota tidak sadar waktu. Bayangan pohon mangga mulai memanjang ke arah timur. Sekali lagi para anggota kerukunan keluarga diperintah sang mentari untuk memindahkan kursi-kursi mereka mengikuti perpindahan posisi teduh itu. Mereka seakan wayang yang pelan tapi pasti digerakkan sang alam sebagai dalangnya.
“Ini sudah sore,” akhirnya sang ketua arisan angkat bicara. “Ada beberapa di antara kita yang harus masuk dinas sore atau malam. Kita tunda saja bulan depan untuk mengambil keputusannya. Sepanjang jeda sebulan ini kita pakai untuk berpikir jernih hingga bisa memusyawarahkan dan mengambil keputusan yang tepat.”
Kurang dari tiga jam matahari akan segera ditelan malam. Sisa terangnya dikala senja akan sirna pula. Entah bagaimana nasib arisan keluarga ini nantinya. Apakah akan sesuram langit senja ini atau seterang mentari pagi yang akan terbit esok hari? Hanya waktu yang akan menjawabnya.

1 komentar:

Marsya mengatakan...

mari gabung bersama kami di Aj0QQ*c0M
BONUS CASHBACK 0.3% setiap senin
BONUS REFERAL 20% seumur hidup.